KLIKJATIM.Com | Malang - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang mengetatkan aturan main retribusi sampah untuk mencegah kebocoran pendapatan dan mengendalikan volume sampah.
Kebijakan tersebut mulai diberlakukan pada Januari 2024 hingga seterusnya ubtuk meminimalisir kebocoran retribusi, dan volume sampah, di TPA Supiturang Mulyorejo, Sukun.
"Kita melihat antara penerimaan retribusi dan volume sampah kurang sesuai. Kami mesti mengindentifikasi sekaligus mengetatkan aturannya lebih tertib dan disiplin lagi di lapangan," tegas Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Wijaya, saat ditemui di kantornya, Jumat 2 Januari 2024.
Rahman kembali menjelaskan, volume sampah per hari ini sudah tercatat perharinya mencapai 700 ton lebih. Sebelumnya, masih di angka 600 an. Untuk itu, DLH butuh identifikasi melalui beberapa cara pengetatan.
"Salah satunya kita keluarkan aturan pemasangan sticker khsusus, buat mobil angkut sampah. Baik itu milik DLH, OPD terkait seperti Diskopindag, Transporter, lingkungan yang terdampak. Jumlah sementara masih ada 80 armada, kemungkinan masih bisa bertambah," jelas dia.
Disebutkannya, armada milik DLH ada 49 unit. Milik Diskopindag ada 11 unit. Transporter (rekanan pemilik usaha) 10 unit dan lingkungan terdampak 10 unit. Mereka (armada) dibatasi pembuangannya di TPA Supiturang Mulyorejo, dari pukul 06.00 hingga 16.00 WIB.
"Tanpa sticker khusus dan di luar jam tersebut. Kita instruksikan dengan tegas kepada petugas (satpam), untuk menolaknya. Jika hal itu diabaikan, satpam itu sendiri yang mendapatkan sanksinya," tandas Rahman.
Baca juga: Tak Penuhi Panggilan KPK, Gus Muhdlor Terlihat Mengikuti Sidang Paripurna di DPRDTujuan dari identifikasi dan mengetatkan aturannya, mantan Sekretaris Bakesbangpol Kota Malang ini menuturkan, bisa meningkatkan potensial retribusi sampah lebih optimal untuk pendapatan asli daerah.
"Termasuk memperpanjang masa pemanfaatan TPA Supiturang Mulyorejo lebih awet. Disamping itu, kita ingin membina kepada semua armada lebih tertib dan disiplin. Kita hadirkan timbangan tonase, menunjang pemeriksaan tonase sampah," tuturnya.
Kenapa mesti memakai timbangan tonase, kata Rahman, biar DLH bisa mencatat dan mengetahui secara pasti dan akurasi. Berapa sih tonase sampah yang dihasilkan setiap harinya, dari pelaku usaha, pasar, universitas, rumah tangga serta lainnya.
"Namun terkait sampah (limbah) dari rumah sakit, kita wajib tolak dengan tegas. Karena menghindari limbah mengandung B3 (racun atau mudah terbakar). Jika tonase sampah tercatat dengan baik, kita berlakukan Perda nomor 4 tahun 2023 tentang retribusi sampah di Kota Malang," ucap Rahman.
Menurut Rahman, DLH pada beberapa tahun terakhir ini. Telah menyetorkan retribusi sampah, sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Tercatat mencapai belasan miliar rupiah. Pada 2024 ini kita targetkan bisa mencapai Rp18 miliar hingga Rp20 miliar.
"Untuk itu, kita melayangkan surat edaran kepada semua pelaku usaha di Kota Malang. Perihal aturan pengetatan pembuangan sampah di lokasi TPA. Semua driver dan nopol mobilnya (armada) pembuangan sampah didata secara detail," imbuhnya.
Terakhir, perlu dipahami dan dipedomani oleh masyarakat. Persoalan sampah di tidaklah menjadi tanggungjawab DLH semata. Akan tetapi, pelaku usaha maupun pedagang di pasar atau rumah tangga atau lainnya. Turut mendukung dan peduli mengawalnya.
"Sekiranya ada pelaku usaha berkeinginan membuang sampahnya, yang dikerjasamakan dengan DLH. Pembuangannya di TPA Supiturang, melalui transporter. Wajib memenuhi kelengkapan persyaratan yang ditentukan. Formulir dan segala persyaratan, bisa didapatkan informasinya dari DLH," pungkasnya. (qom)
Editor : iwan Irawan