KLIKJATIM.Com | Surabaya--Hutang BPJS Kota Surabaya kepada rumah sakit nilainya mencapai puluhan miliar. Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri terkait diperbolehkannya penggunaan APBD untuk pembayaran tunggakan BPJS kepada rumah sakit menjadi angin segar. Sayangnya, belum ada tindak lanjut atas surat yang dikeluarkan 18 Oktober 2019 itu.
Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Khusnul Khotimah, mengaku belum mengetahui SE dari Kemendagri perihal Intruksi penggunaan Anggaran tidak terduga APBD untuk membayar tunggakan BPJS kepada Rumah Sakit Daerah (RSD).
"Belum saya malah baru tau mas," ungkap Khusnul saat di konfirmasi Klikjatim.com di ruang Komisi D DPRD Surabaya, kamis (7/11/19).
[irp]
Ia juga mengungkapkan besaran hutang BPJS di beberapa Rumah sakit di Surabaya memang telah mencapai angka yang signifikan. Di antaranya Rumah Sakit Suwandi dan Rumah Sakit Bhakti Husada.
"Yang tidak terkalahkan adalah bahwa untuk layanan yang di surabaya selama ini, seperti kita ketahui hutang BPJS di Rumah Sakit Suwandi sekitar 40 Milyar lebih, kemudian juga di Rumah sakit Bhakti Husada ada 30 Milyar lebih untuk layanan Insya Allah tidak masalah," terangnya.
Selanjutnya pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) perihal Surat Edaran yang di Tanda tangani oleh Sekjend Mendagri Hadi Prabowo tersebut untuk langkah selanjutnya sambil menunggu rampungnya pembahasan APBD 2020.
"Dan mengenai Surat Edaran tersebut kami memang betul-betul masih mengetahui selanjutnya kami akan koordinasi dengan Dinas Kesehatan sambil menunggu pengesahan APBD tahun 2020," tuturnya.
[irp]
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rachmanita memilih enggan menanggapi perihal Surat Edaran yang di terbitkan Kemendagri tersebut. Ia hanya mengungkapkan untuk berkomunikasi dengan Kabag Humas Pemerintah Kota Surabaya Febriadhitya Prajatara.
Seperti kita ketahui bersama sebelumnya Surat Edaran Kemendagri dengan nomor 900/11445/SJ tentang penyelesaian permasalahan keterlambatan klaim pembayaran dari BPJS kepada rumah sakit di daerah yang dikeluarkan pada 18 Oktober 2019.
Surat tersebut ditujukan kepada kepala daerah di seluruh Indonesia. Dalam SE itu Kemendagri meminta kepada Kepala Daerah untuk mengambil langkah penyelesaian keterlambatan pembayaran BPJS kepada rumah sakit daerah.
Menurut Kemendagri, keterlambatan klaim BPJS sangat berpengaruh pada pelayanan kesehatan. Sehingga, kemendagri memberikan wewenang kepada kepala daerah untuk mendanai keperluan mendesak RSUD agar pelayanan tetap dapat berjalan.
Yakni dengan menggunakan anggaran biaya tidak terduga (BTT) dari APBD. Namun, apabila tidak memungkinkan menggunakan APBD, maka RSUD yang telah menerapkan badan layanan umum daerah (BLUD) dapat melakukan pinjaman jangka pendek sesuai aturan yang berlaku. (nk/mkr)
Editor : Redaksi