KLIKJATIM.Com | Ponorogo – Pagi ini, puluhan siswa kelas VII SMPN 1 Badegan Ponorogo terlihat sibuk. Tampak mereka sedang memproduksi batik ecoprint.
Ada yang mencari dedaunan di sekitar lingkungan sekolah. Juga ada pula yang menyiapkan bahan pewarna untuk pembuatan batik ecoprint.
Setelah semua siap, sehelai kain katun pun direbus selama kurang lebih 30 menit. Lalu diperas dan dikibas-kibaskan. Kemudian kain putih polos itu diletakkan di lantai yang beralaskan plastik hitam.
Kain polos itu di atasnya diberikan dedaunan. Tujuannya membuat motif eco print. Selepas itu, para pelajar tersebut memberinya pewarna.
Sekarang yang dipilih adalah pewarna dari serbuk kunyit. Setelah dirasa selesai mewarnai, kembali dilapisi kain putih yang telah direbus. Diinjak-injak. Digulung dan dikukus kurang lebih 2 jam.
Setelah itu diangin-anginkan selama 5 hari. Begitulah anak-anak didik SMPN 1 Badegan memproduksi kain ecoprint.
Hingga kini, sudah ada puluhan batik dengan motif daun-daunan dan bunga yang diproduksi oleh siswa-siswi sekolah di ujung barat Kabupaten Ponorogo ini. “Membuatnya memang harus bersama-sama, saling membantu setiap tahapan pembuatan batik ecoprint. Yang dapat ditarik adalah tentang gotong royong,” kata Afra Kalila Maharani, salah satu siswi Kelas VII SMPN 1 Badegan, Rabu (23/11/2022).
Kalila berkisah bahwa pembuatan batik ecoprint lebih mudah dibanding dengan batik tulis. Pasalnya bahan pembuatannya mudah didapatkan di lingkungan sekitar.
Dia mengaku daun-daun dari pepohonan di sekitarnya bisa digunakan untuk motif. Hanya saja tidak semua daun. Daun yang bisa adalah daun yang memiliki getah.
Contohnya daun mete, pepaya dan daun jati. Juga ada bahan pendukung, untuk pewarnaan bisa menggunakan kunyit dan bumbu dapur lainnya. Bahan pendukung lainnya adalah tawas, kapur, dan tunjung.
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Badegan, Prasetyo Suko Widodo menuturkan ide awal pembuatan batik ecoprint tidak serta merta. Ini adalah penguatan profil pelajar pancasila. Yaitu bisa menunjang pendidikan di sekolah tentang pengenalan lingkungan alam sebagai metode Kurikulum Merdeka Belajar.