Tingkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan, DPRD dan PWI Gresik Gelar Diskusi Sinkronisasi Pelayanan Jamkesmas

Reporter : Abdul Aziz Qomar - klikjatim.com

Ketua DPRD Gresik M. Syahrul Munir dan Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Gresik Mukhibatul Khusnah dalam diskusi sinkronisasi pelayanan kesehatan di Kabupaten Gresik (Dok)

KLIKJATIM.Com | Gresik – DPRD Gresik bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Gresik menggelar diskusi bertajuk Sinkronisasi Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Diskusi ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk BPJS Kesehatan Cabang Gresik, Dinas Kesehatan, perwakilan puskesmas, rumah sakit, serta Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Gresik.

Kegiatan yang digelar dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2025 ini turut dihadiri Ketua DPRD Gresik M. Syahrul Munir, Wakil Ketua Luthfi Dawam dan Mujid Riduan, serta Ketua Komisi IV DPRD Gresik M. Zaifuddin yang membidangi urusan kesehatan, didampingi Wakil Ketua Pondra Priyo Utomo. Diskusi berlangsung pada Kamis, 30 Januari 2025.

Ketua DPRD Gresik, M. Syahrul Munir, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi ini, menekankan pentingnya menyelaraskan persepsi semua pihak terkait alur layanan jaminan kesehatan masyarakat. Salah satu isu utama yang dibahas adalah skema rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas, ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), yaitu rumah sakit.

“Banyak keluhan dari masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan. Ada yang langsung ke rumah sakit dengan biaya sendiri, meskipun mereka sebenarnya memiliki atau terdaftar dalam program BPJS Kesehatan,” ungkap Syahrul.

DPRD Gresik bersama BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan sebelumnya telah mengkaji permasalahan ini, terutama terkait implementasi layanan kesehatan di puskesmas dan prosedur rujukan ke rumah sakit.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, terdapat 144 jenis penyakit yang harus ditangani di FKTP, kecuali jika memenuhi kriteria kegawatdaruratan untuk dirujuk ke rumah sakit.

“Kami melihat ada perkembangan positif. Dinas Kesehatan, rumah sakit, dan puskesmas sudah bertemu untuk menyelaraskan pemahaman terkait kegawatdaruratan ini, mengingat kapasitas dan kemampuan puskesmas berbeda-beda,” tambahnya.

Syahrul berharap, Dinas Kesehatan dan fasilitas kesehatan dapat memiliki pemahaman yang sama dalam menerapkan skema layanan kesehatan. Terlebih, Pemerintah Kabupaten Gresik telah menganggarkan lebih dari Rp100 miliar untuk program Universal Health Coverage (UHC).

“Kami di DPRD Gresik tidak ingin ada penolakan pasien saat berobat. Karena itu, perlu ada kesepahaman bersama terkait pelayanan kesehatan di Kabupaten Gresik,” tegasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Gresik, dr. Mukhibatul Khusnah, mengakui bahwa puskesmas masih menghadapi kendala dalam menangani beberapa penyakit yang termasuk dalam daftar 144 penyakit tersebut. Beberapa di antaranya adalah tetanus, bell’s palsy, dan gangguan refraksi.

“Kasus demam berdarah juga menjadi perhatian karena tidak bisa serta-merta dirujuk ke rumah sakit kecuali mengalami komplikasi,” jelasnya.

Ia menambahkan, puskesmas umumnya belum memiliki fasilitas khusus untuk menangani kasus tertentu. Misalnya, pasien tetanus membutuhkan ruang isolasi, yang belum tersedia di puskesmas.

Baca juga: Alur Layanan, Skema Rujukan dan Tunggakan Klaim BPJS Jadi Problem Layanan Kesehatan di Kabupaten Gresik

“Kami sudah berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan mengenai penatalaksanaan kegawatdaruratan dan diagnostik non-spesialistik. Informasi ini juga sudah kami bagikan ke FKTP. Namun, tetap ada batasan rujukan, di mana rujukan kegawatdaruratan bisa dilakukan 24 jam melalui IGD, sementara rujukan poli hanya bisa dilakukan pada hari kerja,” paparnya.

Sementara itu, Kabag Penjaminan Manfaat dan Utilisasi (PMU) BPJS Kesehatan Cabang Gresik, dr. Dodyk Sukra Goutama, menjelaskan bahwa ketentuan terkait 144 penyakit yang harus ditangani di FKTP sudah diberlakukan sejak awal program BPJS Kesehatan.

“Prosedur rujukan dari FKTP ke rumah sakit tetap harus memenuhi aspek kegawatdaruratan yang ditentukan oleh dokter puskesmas atau FKTP,” katanya.

Dodyk juga menyoroti adanya penajaman proses verifikasi klaim rumah sakit ke BPJS Kesehatan.

“Kami melakukan koreksi terhadap kualitas verifikasi klaim, sehingga ada sistem algoritma yang otomatis menunda klaim untuk diverifikasi lebih lanjut. Namun, jika rumah sakit telah memberikan konfirmasi dan melengkapi persyaratan, klaim bisa segera diproses,” ungkapnya.

Ia menambahkan, dalam melakukan verifikasi, BPJS Kesehatan juga mempertimbangkan kapasitas FKTP, termasuk ketersediaan fasilitas rawat inap dan tenaga medis.

“Penajaman verifikasi klaim dan ketentuan rujukan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kemampuan FKTP,” ujarnya.

Arief Supriyono dari BPJS Watch Jawa Timur menjelaskan bahwa penajaman verifikasi klaim dilakukan serentak di seluruh Indonesia sebagai upaya menjaga stabilitas keuangan BPJS Kesehatan.

“Saat ini BPJS Kesehatan mengalami defisit karena iuran yang masuk lebih kecil dibandingkan dengan klaim yang dibayarkan,” tuturnya.

Untuk menekan biaya pengobatan, Arief menyarankan agar pemerintah lebih mengutamakan program promotif dan preventif, seperti edukasi pola hidup sehat dan upaya pencegahan penyakit.

“Jika program promotif dan preventif digencarkan, biaya kesehatan bisa ditekan dan masyarakat bisa lebih sehat,” ujarnya.

Ketua PWI Kabupaten Gresik, Deni Ali Setiono, menegaskan bahwa diskusi ini bertujuan meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Gresik agar masyarakat tidak lagi mengalami kesulitan saat berobat.

“Kami berharap akses layanan kesehatan semakin mudah, dan masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal,” ujar Deni. (qom)