KLIKJATIM.Com | Gresik – Kabupaten Gresik hingga kini baru memiliki 12 unit Early Warning System (EWS) atau alat peringatan dini bencana yang dikelola oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Jumlah tersebut dinilai masih jauh dari kebutuhan ideal sebanyak 33 unit untuk memantau potensi bencana di seluruh wilayah Gresik.
Kepala BPBD Gresik, Sukardi, mengatakan keberadaan EWS sangat penting untuk mendeteksi potensi banjir, tanah longsor, gempa bumi, hingga tsunami. Namun keterbatasan alat masih menjadi kendala utama.
“Idealnya kita memiliki 33 unit EWS, tapi saat ini baru sekitar 12 unit. Meski begitu, kondisi ini sudah cukup baik karena Gresik termasuk daerah dengan EWS terbanyak di Jawa Timur,” ujar Sukardi, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, alat EWS yang dimiliki saat ini dipasang di tiga lokasi strategis, yakni di aliran Kali Lamong, Bengawan Solo, dan Pulau Bawean. Pemasangan dilakukan untuk memantau debit air sungai serta mengantisipasi potensi banjir dan longsor di wilayah rawan.
“Misalnya di Kali Lamong, alat dipasang di Sungai Desa Dapet agar saat air meluap bisa segera terdeteksi,” jelasnya.
Sukardi menambahkan, Pemkab Gresik setiap tahun memberikan tambahan satu unit EWS kepada BPBD. Meski demikian, jumlah tersebut masih belum mencukupi untuk cakupan wilayah seluas Kabupaten Gresik.
Pernyataan itu disampaikan Sukardi dalam kegiatan pelatihan pencegahan dan mitigasi bencana sekaligus pembentukan Desa Tangguh Bencana di Desa Domas, Kecamatan Menganti. Kegiatan berlangsung dua hari, pada 13–14 Oktober 2025.
Baca juga: Gerak Cepat, BPBD Gresik Kembali Kirimkan Bantuan Logistik dan Personel ke Pulau BaweanDalam kesempatan itu, Sukardi menegaskan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat terhadap segala bentuk bencana.
“Gempa itu tidak bisa diprediksi, dan di Indonesia tidak ada daerah yang benar-benar aman. Di Domas sendiri sering terjadi kekeringan dan puting beliung, karena itu kami bentuk Desa Tangguh agar warga bisa cepat berkoordinasi dengan pemerintah desa dan camat,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pelatihan mitigasi dilakukan agar masyarakat tidak panik ketika bencana terjadi.
“Puncak bencana itu adalah kepanikan. Karena itu, pelatihan ini penting supaya masyarakat siap dan tanggap. Seperti di Jepang, edukasi kebencanaan dilakukan sejak dini agar risiko korban bisa ditekan,” tuturnya.
BPBD juga mengingatkan masyarakat untuk segera menghubungi nomor darurat 112 jika terjadi bencana. Layanan tersebut aktif 24 jam dan terhubung dengan seluruh instansi terkait, termasuk ambulans dan petugas lapangan.
Sementara itu, anggota DPRD Gresik Dimaz Fahturachman yang hadir dalam kegiatan tersebut mengapresiasi langkah BPBD menggelar pelatihan mitigasi bencana bagi warga.
“Kegiatan ini sangat baik untuk menambah pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana alam,” ujarnya.
Terkait kebutuhan tambahan alat EWS, politisi Fraksi PDIP ini menyebut pihak DPRD siap membahas dan memfasilitasi pengadaan, meski harus dilakukan bertahap karena keterbatasan anggaran.
“Satu unit EWS harganya sekitar Rp130 juta. Kalau butuh tambahan hingga 33 unit tentu memerlukan anggaran besar. DPRD akan mendukung dan membahas bersama Pemkab agar bisa dianggarkan secara bertahap,” terang Dimaz. (qom)
Editor : Abdul Aziz Qomar