KLIKJATIM.Com | Gresik – Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Ngipik yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gresik menerima sekitar 200 ton sampah setiap harinya. Sampah-sampah tersebut dipilah oleh petugas untuk diolah menjadi RDF (Refuse Derived Fuel), yaitu bahan bakar alternatif yang dapat menggantikan batubara.
Kepala UPT TPA (TPST) Ngipik, Purwaningtyas Noor Mariansyah, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini telah menerima purchase order (PO) dari PT Semen Indonesia sebanyak 480 ton RDF per tahun. RDF tersebut dijual seharga Rp350 per kilogram atau Rp350.000 per ton. Hasil penjualan tersebut masuk ke pos pendapatan daerah, pendapatan jasa lainnya.
“Dari hasil pengolahan, kami mampu memproduksi sekitar 40 ton RDF per bulan, dengan kadar air di bawah 20 persen sesuai spesifikasi dari PT Semen Indonesia,” ujar Purwaningtyas, yang akrab disapa Wawan, pada Selasa, 15 Juli 2025.
Ia menjelaskan bahwa RDF yang dihasilkan memiliki nilai kalor sebesar 6.000 Kkal dan berasal dari sampah anorganik seperti plastik. Proses pembuatannya melalui tahap pemilahan dan pengeringan sebelum dicacah menjadi potongan berukuran sekitar 5 sentimeter.
“Jenis RDF itu ada empat, yaitu Fluffy Organik, Fluffy Anorganik, Pellet, dan Briket,” tambahnya.
Baca juga: Ketua DPRD Gresik Pertimbangkan Alokasi 3 Persen APBD untuk Pengolahan Sampah TerpaduDLH Kabupaten Gresik sendiri terus berupaya meningkatkan kapasitas pengolahan sampah di TPST Ngipik agar semakin banyak sampah yang bernilai guna dan tidak berakhir sebagai residu. DLH juga aktif mengedukasi masyarakat agar memisahkan sampah sesuai jenisnya sebelum dibuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS).
Menurut Wawan, seluruh sampah yang masuk ke TPST Ngipik saat ini telah terkelola sepenuhnya melalui dua metode, yaitu Controlled Landfill dan Sanitary Landfill.
Controlled landfill adalah metode pengelolaan sampah yang lebih maju dibandingkan pembuangan terbuka (open dumping), di mana sampah ditimbun dan dipadatkan, lalu secara berkala ditutup dengan tanah untuk mengurangi dampak lingkungan seperti bau, lalat, dan emisi gas metana.
Sementara itu, sanitary landfill merupakan sistem yang lebih kompleks. Dalam metode ini, sampah ditimbun di lahan cekung, dipadatkan, dan ditutup dengan tanah berlapis guna meminimalkan risiko pencemaran tanah dan air, serta penyebaran penyakit. (qom)
Editor : Abdul Aziz Qomar