klikjatim.com skyscraper
klikjatim.com skyscraper

Pemilu Serentak Bisa Menyulitkan Pemilih, Perludem Usulkan Nasional dan Lokal Dipisah Saja

avatar klikjatim.com
  • URL berhasil dicopy
Pilpres tahun 2019. (ist/bbc.com)
Pilpres tahun 2019. (ist/bbc.com)

KLIKJATIM.Com | Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) telah mengusulkan pemisahan antara Pemilu di tingkat nasional seperti Pilpres, DPR RI, DPD dengan pemilu lokal meliputi Kepala Daerah (Pilbup dan Pilgub), serta DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sebab dalam catatannya terhadap keserentakan Pemilu seperti yang tergambar pada tahun 2019, dengan jumlah lima surat suara memiliki beban cukup tinggi dan menyulitkan pemilih.

[irp]

Nah, usulan pemisahan ini diharapkan lebih dikembangkan oleh para pembentuk undang-undang. "Ini lah kemudian cukup rasional dikembangkan oleh para pembentuk UU untuk mengubah design keserentakan pemilu kita," kata Peneliti Perludem, Heroik M Pratama dalam diskusi daring, Minggu (24/1/2021) seperti dilansir merdeka.com.

Usulan konkretnya untuk Pemilu Presiden, DPR RI, dan DPD digelar serentak. Kemudian Pemilu lokal yang meliputi pemilihan kepala daerah dan DPRD provinsi serta kabupaten/kota digelar dua tahun setelah pemilu tingkat nasional.

Sehingga nantinya pada Pemilu tingkat nasional hanya ada tiga surat suara. Lalu, Pemilu lokal akan ada empat surat suara.

"Dari segi manajemen tata kelola Pemilu, saya yakin penyelenggara Pemilu akan jauh lebih mudah dalam melaksanakannya. Pun dengan pemilih dalam memberikan pilihannya," menurut Heroik.

Lebih lanjut dijelaskan, masih ada model lain yang bisa digunakan untuk memisahkan Pemilu lokal. Tetap sama seperti sebelumnya, Pemilu nasional dan lokal dipisah. Hanya saja untuk Pemilu tingkat lokal dipisah lagi antara tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

"Di Pemilu lokal yang untuk level provinsi pemilih akan mendapatkan dua surat suara. Dan pemilu lokal di level bupati-wali kota, pemilih hanya mendapatkan dua surat suara yaitu surat suara DPRD kabupaten/kota dan bupati-wali kota," paparnya.

Selanjutnya, dia juga memberikan catatan terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam pembahasan revisi Undang-undang Pemilu. Disarankan mengenai ambang batas jangan membuat banyak suara masuk terbuang.

Karena selama ini terkait ambang batas diungkapkan menghasilkan surat suara terbuang. Contohnya pada Pemilu 2019 dengan ambang batas parlemen 4 persen, kurang lebih ada 13 juta suara yang terbuang.

"Kita menggunakan pemilu legislatif proporsional yang mengedepankan proporsionalitas. Karena pemberlakuan ambang batas parlemen menjadikan pemilu kita disproporsional," tutur Heroik.

Adapun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), ambang batas tetap diperlukan. Namun besarannya perlu dipertimbangkan dalam revisi UU Pemilu. (nul)

Editor :