KLIKJATIM.Com | Surabaya - Aturan Perwali No 33 Tahun 2020 tentang pekerja dari luar Kota Surabaya harus memiliki bukti non-COVID-19 untuk masuk Kota Pahlawan menuai pro dan kontra.
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Surabaya merasa keberatan dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, aturan menunjukkan bukti non-COVID-19 memberatkan pekerja dari luar Surabaya. Sebab, mereka harus rapid test atau tes swab secara berkala.
[irp]
"Biaya rapid test sendiri memberatkan buruh yang kisaran Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. Seharusnya rapid test ini diintegrasikan ke sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang ada di perusahaan. Termasuk tes kesehatan dan rapid test. Di mana segala sesuatunya atau pembiayaannya ikut perusahaan," kata Sekretaris FSPMI Kota Surabaya Nuruddin Hidayat , Jumat (17/7/2020).
[irp]
Aturan dalam Perwali No 33 itu, menurutnya, tidak efektif jika diberlakukan. Terlebih, rapid test bukan untuk mendiagnosa seseorang terkena virus COVID-19 atau tidak. Ia mengaku mengetahui soal itu dari ahli epidemiologi, yang mana rapid test hanya mendeteksi antibodi bukan virus.
"Negatif pun belum tentu dia nggak bawa virus dan reaktif pun belum tentu yang bersangkutan terjangkit virus COVID-19," imbuhnya.
Udin memastikan, pekerja atau buruh tidak akan ada yang menunjukkan hasil rapid test atau hasil tes swab saat masuk Surabaya. Menurutnya, aturan itu tidak akan berjalan dengan baik.
"Tidak (berjalan dengan baik). Pastinya temen-temen buruh ga bakal ada yang melakukan rapid test dua minggu sekali. Upah saja dipotong sama perusahaan, ditambah lagi biaya rapid test. Sekali rapid Rp 300 ribu, sebulan Rp 600 ribu. Nggak bakal dijalankan," jelasnya. (bro)
Editor : Wahyudi