KLIKJATIM.Com | Sumenep - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi menahan empat orang terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) 2024 di Kabupaten Sumenep, Madura.
Penetapan status tersangka dilakukan pada Selasa, 14 Oktober 2025, setelah penyidik menemukan bukti kuat adanya praktik pemotongan dana bantuan.
Keempat tersangka yang kini mendekam di tahanan adalah RP selaku Koordinator Kabupaten (Korkab) BSPS 2024 Sumenep, serta tiga Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) masing-masing berinisial AAS, HW, dan WM.
Kasi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Windhu Sugiarto, menjelaskan bahwa program BSPS 2024 di Sumenep memiliki total anggaran sebesar Rp109,8 miliar.
Dana tersebut disalurkan kepada 5.490 penerima manfaat yang tersebar di 143 desa di 24 kecamatan. Setiap penerima seharusnya memperoleh bantuan sebesar Rp20 juta untuk perbaikan rumah tidak layak huni.
Namun, dalam praktiknya, kata Windhu, para tersangka melakukan pemotongan terhadap dana bantuan yang seharusnya diterima utuh oleh masyarakat.
“Dana bantuan itu dipotong antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta per penerima sebagai komitmen fee. Selain itu, ada potongan tambahan Rp1 juta sampai Rp1,4 juta untuk biaya penyusunan Laporan Penggunaan Dana (LPD),” ujar Windhu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/10).
Akibat pemotongan tersebut, Kejati Jatim memperkirakan kerugian negara mencapai Rp26,3 miliar.
“Para tersangka akan ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 14 Oktober hingga 2 November 2025, di Cabang Rutan Kelas I Surabaya Kejati Jatim,” tambah Windhu.
Menanggapi perkembangan itu, Akhmadi Yasid, anggota DPRD Sumenep dari Fraksi PKB, mendorong kejaksaan untuk tidak berhenti pada empat nama yang sudah ditetapkan. Menurutnya, dugaan keterlibatan pihak lain masih sangat mungkin terjadi.
“Kami meminta Kejati Jatim memperluas penyidikan, karena bisa saja ada aktor lain yang berperan di balik kasus ini,” tegas Yasid.
Ia menekankan, penyelesaian perkara BSPS Sumenep harus menjadi prioritas agar seluruh pihak yang diduga terlibat mendapatkan kepastian hukum.
“Tentu tidak mudah, karena proses hukum seperti ini memerlukan waktu dan ketelitian. Tapi publik menunggu kejelasan,” tutup Yasid. (ris)
Editor : Hendra