KLIKJATIM.Com | Sumenep - Meski Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, telah menekankan agar para kepala daerah menunda kegiatan seremonial yang terkesan boros, kenyataan di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur justru berbeda.
Madura Culture Festival (MCF) 2025 menimbulkan kerugian mencapai Rp305 juta dan memicu perhatian publik.
“Menunda semua kegiatan seremonial yang terkesan pemborosan, apalagi seperti kelihatan pesta-pesta, musik, maksud saya kegiatan dinas ya,” kata Tito di Jakarta, 2 September 2025, dilansir Antara, Senin (22/9).
Tito juga mengingatkan, agar pejabat menampilkan kesederhanaan dalam setiap kegiatan.
“Juga flexing kemewahan untuk pejabat maupun keluarga, tolong dijaga betul, laksanakan secara sederhana,” imbuhnya.
Namun, Pemkab Sumenep tetap menyelenggarakan MCF selama tujuh malam berturut-turut di GOR A. Yani, yang ditutup dengan konser besar menampilkan Zonata Music Generation serta sejumlah artis populer seperti Rahma Arini, Didi Chandra, Ririn Zhagita, Cak Qirom, Imam Key, dan Cak Irul.
Anggaran untuk festival ini mencapai Rp310 juta bersumber dari APBD, namun hanya mampu menghasilkan PAD sekitar Rp4,9 juta.
Kepala Disbudporapar Sumenep, Moh. Iksan mengungkapkan, bahwa PAD yang masuk ke dinasnya hanya sewa stadion Rp3,5 juta dan bagi hasil parkir Rp1,4 juta.
Potensi PAD dari penyewaan semua stand disebut tidak masuk kas daerah. Padahal, dari total 146 stand, nilainya bisa mencapai Rp219 juta.
“Untuk tenda atau stand bukan kami yang mengelola tapi langsung panitia,” kata Iksan.
Nama Sugeng Hariyadi, mantan Tenaga Ahli Bupati yang kini menjadi komisioner Baznas, juga terseret dalam polemik ini. Ia membantah tudingan mengendalikan dana sebesar Rp739 juta.
“Tidak benar kalau saya mengendalikan semua. Justru paguyuban yang menanggung biaya orkes, panggung, sampai tenda. Kalau disebut 1 miliar, itu bohong,” tegas Sugeng.
Sementara aktivis PMII Sumenep, Abd. Halim, menilai festival kali ini justru kontraproduktif.
“Kami tidak menolak festival budaya, tapi momentum dan cara pelaksanaannya sangat keliru, lebih menonjolkan pesta hiburan dibanding substansi kebudayaan,” katanya.
Menurut Halim, pemanfaatan APBD untuk konser dan kemewahan acara adalah pemborosan.
“Pemkab wajib membuka transparansi anggaran festival dari awal sampai akhir,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa MCF seharusnya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi kini justru kehilangan esensi karena lebih menonjolkan pencitraan.
“Apalagi Mendagri sudah mewanti-wanti. Sumenep malah jalan sendiri, seolah kebijakan pusat tidak ada artinya,” pungkasnya. (ris)
Editor : Hendra