KLIKJATIM.Com | Gresik - Petrokimia Gresik, perusahaan Solusi Agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia, menegaskan bahwa penerapan pilot project dekarbonisasi dengan teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU) bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI menjadi langkah penting bagi pengembangan industri hijau di Indonesia.
Proyek percontohan ini tidak hanya menekan emisi karbon, tetapi juga mampu menghasilkan bahan baku strategis yang dibutuhkan industri nasional.
Komitmen ini disampaikan Direktur Utama Petrokimia Gresik, Daconi Khotob, dalam forum Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 di Jakarta, Kamis (21/8), dan diperkuat oleh Sekretaris Jenderal Kemenperin, Eko S.A. Cahyanto.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam AIGIS 2025 menegaskan bahwa teknologi CCU menjadi salah satu solusi strategis untuk mengurangi emisi karbon sekaligus mengubahnya menjadi produk bernilai tambah. Saat ini, Kemenperin melaksanakan pilot project CCU berbasis hidrometalurgi di Petrokimia Gresik.
“Teknologi ini tidak hanya mendukung target Net Zero Emission (NZE), tetapi juga memberi nilai tambah ekonomi,” ujar Menperin.
Mengubah Emisi Jadi Produk Bernilai Tambah
Daconi menjelaskan bahwa fasilitas CCU di Petrokimia Gresik sudah beroperasi sekitar satu bulan. Proyek ini diharapkan dapat menyerap emisi karbon sekaligus menghasilkan produk turunan berupa soda ash dan baking soda. Kebutuhan kedua produk tersebut di dalam negeri mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun, utamanya untuk industri kaca dan deterjen, yang selama ini masih dipenuhi dari impor.
“CO₂ yang selama ini dianggap limbah bisa diubah menjadi produk yang dibutuhkan industri. Target kami adalah menyerap 20 ribu ton CO₂ atau menghasilkan hingga 50 ribu ton soda ash per tahun. Jika pilot project ini berhasil, potensinya sangat besar untuk dikembangkan dalam skala industri,” jelas Daconi.
Sebagai produsen pupuk dan bahan kimia dengan kapasitas produksi mencapai 11 juta ton per tahun, Petrokimia Gresik berpotensi menghasilkan emisi hingga 2 juta ton CO₂ setiap tahunnya. Berbagai program dekarbonisasi yang telah dijalankan berhasil menekan emisi sekitar 400 ribu ton CO₂ ekuivalen hingga 2025, namun masih ada 1,6 juta ton yang perlu ditangani dengan teknologi rendah karbon seperti CCU.
Baca juga: Petrokimia Gresik Hadirkan Infrastruktur, Pendidikan, dan Layanan Kesehatan di Pulau TalangoDukungan Pemerintah dan Akselerasi Target NZE
Sekjen Kemenperin, Eko S.A. Cahyanto, menegaskan bahwa proyek CCU di Petrokimia Gresik menjadi bukti bahwa emisi karbon dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku bernilai tambah sekaligus mendukung substitusi impor.
“Melalui teknologi ini, emisi karbon yang selama ini dianggap sampah bisa menjadi bahan baku industri. Ini mendukung percepatan target NZE 2050, lebih cepat 10 tahun dari komitmen awal 2060,” ujar Eko.
Ia mengakui bahwa tidak semua perusahaan berani mengambil langkah ini karena risiko kegagalan cukup tinggi. Namun, Petrokimia Gresik menunjukkan komitmennya dengan bersedia menjadi lokasi pilot project.
Menurut Eko, proyek ini memiliki beberapa target utama, yaitu:
1. Menurunkan emisi karbon dari proses industri.
2. Menghasilkan produk turunan bernilai ekonomis.
3. Menguasai teknologi CCU secara mandiri.
4. Mendorong pengembangan mesin CCU di dalam negeri.
“Selain itu, tengah dilakukan penghitungan nilai ekonomis dari penurunan emisi karbon dan kajian pemanfaatan produk samping sebagai substitusi impor,” tambahnya.
Kerja Sama dengan UWIN Taiwan
Sebagai informasi, pilot project ini merupakan kerja sama antara Petrokimia Gresik, Kemenperin, dan Uwin Resource Regeneration Inc. (UWIN), perusahaan manufaktur asal Taiwan yang memiliki teknologi penangkapan dan pemanfaatan karbon.
Dalam kerja sama ini, UWIN menyediakan teknologi CCU serta bertanggung jawab atas material yang digunakan maupun dihasilkan. Petrokimia Gresik menyediakan lahan, utilitas listrik, air bersih, dan sumber daya lain yang dibutuhkan selama proyek berlangsung. (qom)
Editor : Abdul Aziz Qomar