KLIKJATIM.Com | Batam - Komitmen Indonesia dalam memperkuat hilirisasi industri nasional kembali terbukti. PT Freeport Indonesia secara resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Solder Tin Andalan Indonesia (STANIA), anak perusahaan dari Arsari Tambang, untuk memasok bahan baku berupa perak dan timbal.
Penandatanganan MoU ini bertepatan dengan peresmian pabrik solder ramah lingkungan pertama di Indonesia milik STANIA, yang berlokasi di kawasan industri Tunas Prima, Batam, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Pasokan Strategis untuk Industri Solder
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, menyatakan bahwa perusahaan akan memasok 10 ton perak dan 250 ton timbal setiap tahun kepada STANIA. Kedua logam ini merupakan komponen penting dalam produksi solder.
“Selama ini, tidak semua perak dan timbal yang kami hasilkan terserap oleh industri dalam negeri. Kehadiran STANIA memberi peluang besar untuk memperkuat hilirisasi nasional. Ini adalah langkah konkret yang harus kita dorong bersama,” ungkap Tony.
Volume pasokan akan disesuaikan secara bertahap mengikuti pertumbuhan produksi STANIA, dengan harga mengacu pada pasar global yang saat ini berada di kisaran USD 30 per pon.
Pabrik Ramah Lingkungan dengan Target Ambisius
Pabrik STANIA dibangun di atas lahan seluas 6.500 meter persegi, dengan kapasitas awal produksi 2.000 ton solder batangan per tahun. Ke depannya, fasilitas ini ditargetkan mampu memproduksi hingga 16.000 ton per tahun, mencakup berbagai jenis solder seperti wire, powder, dan paste. Target pendapatan tahunan ditetapkan sebesar Rp1 triliun.
Baca juga: Lebih Cepat dari Jadwal, Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik Kembali BeroperasiSeluruh proses produksi menggunakan energi baru terbarukan (EBT) yang disuplai oleh PLN dan tersertifikasi Renewable Energy Certificate (REC). Desain bangunan pabrik juga mengedepankan efisiensi energi, memanfaatkan cahaya alami untuk menekan konsumsi listrik.
Langkah Strategis Menuju Kemandirian Industri
Komisaris Utama Arsari Tambang, Hashim S. Djojohadikusumo, menilai kerja sama ini sebagai tonggak penting dalam mewujudkan kemandirian industri nasional, khususnya di sektor hilirisasi timah di wilayah Kepulauan Riau.
“Meski dari segi skala tidak sebesar proyek lain yang pernah saya tangani, STANIA merupakan langkah strategis. Ini membuktikan bahwa Indonesia mampu menciptakan nilai tambah dan bersaing secara global melalui produk ekspor yang kompetitif,” ujar Hashim.
Ia juga menyampaikan rencana pengembangan hingga delapan jalur produksi guna memenuhi permintaan pasar yang terus tumbuh. Dalam pesannya, Hashim mengajak seluruh pihak untuk bersinergi membangun industri nasional tanpa terjebak dalam perbedaan politik.
Menuju Peran Baru Indonesia di Rantai Nilai Global
Lewat kemitraan strategis ini, Indonesia semakin menegaskan peran barunya dalam rantai pasok global—bukan lagi sekadar pengekspor bahan mentah, tapi sebagai produsen barang jadi bernilai tambah tinggi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. (qom)
Editor : Abdul Aziz Qomar