JEMBER | KLIKJATIM.COM - Ketua Komisi B DPRD Jember, Candra Ary Fianto, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima keluhan dari petani terkait dengan serapan gabah yang tidak sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di seluruh kecamatan. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat dampaknya terhadap kesejahteraan petani di daerah tersebut.
Candra menjelaskan bahwa saat ini petani di Jember tengah mengalami panen raya dengan luas lahan mencapai kurang lebih 39 ribu hektare. Hasil panen gabah yang ditargetkan mencapai sekitar 59 ribu ton. Meskipun demikian, serapan gabah oleh pihak terkait masih jauh dari harapan.
"Komisi B sudah meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengantisipasi serapan panen raya pertama ini, namun kenyataannya masih banyak gabah yang diserap dengan harga di bawah HPP, yang seharusnya Rp 6.500 per kilogram," ujar Candra saat dikonfirmasi wartawan di Jember, Senin (14/4/2025).
Baca Juga :Candra memberikan contoh konkret terkait harga gabah yang masih rendah di beberapa kecamatan. Di Kecamatan Ledokombo, harga gabah hanya sekitar Rp4.500 per kilogram, sementara di Kalisat harga gabah mencapai Rp5.000 per kilogram. Situasi ini sangat merugikan petani yang terpaksa menjual gabah mereka dengan harga jauh di bawah HPP.Bulog Bojonegoro Gandeng Kodim untuk Serap Gabah Petani Sesuai Harga HPP
"Petani terpaksa menjual gabah dengan harga di bawah HPP karena keterbatasan lahan untuk penjemuran. Mereka khawatir kualitas gabah menurun jika terlalu lama disimpan," tambah Candra.
Lebih lanjut, Candra menyatakan bahwa kondisi ini bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2025, yang mengatur pengadaan dan pengolahan gabah atau beras dalam negeri.
Baca Juga :Tujuan utama dari Inpres tersebut adalah untuk meningkatkan cadangan beras nasional, ketahanan pangan, dan swasembada pangan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.
"Seharusnya Bulog berperan dalam menjaga stabilitas harga dan menyerap gabah sebanyak mungkin untuk ketahanan pangan. Namun, Bulog menghadapi kendala dalam bermitra dengan penggilingan-penggilingan terkait dengan ketersediaan dryer," jelas Candra.
Candra menambahkan bahwa Bulog mengungkapkan kesulitan dalam proses kerja sama dengan penggilingan gabah. Salah satu kendala yang ditemukan adalah kekurangan fasilitas dryer, yang menyebabkan proses pengolahan gabah menjadi terhambat. Selain itu, ada juga keberatan dari pihak penggilingan mengenai rafaksi gabah.
"Kami juga menemukan masalah tambahan, yaitu petani yang tidak memiliki lahan untuk penjemuran. Mereka khawatir bahwa gabah yang disimpan dalam waktu lama akan menurunkan kualitasnya," kata Candra.
Ia pun meminta Bulog untuk segera mengambil langkah optimal agar serapan gabah dapat berjalan dengan baik. Sebagai langkah solusi, Candra berharap agar Gudang SRG di Jember, dengan kapasitas dua ribu ton, dapat segera dimanfaatkan.
Gudang ini diharapkan dapat membantu Bulog dan petani dalam menyimpan gabah. Sistem Resi Gudang (SRG) diharapkan dapat memperkuat posisi tawar petani dan membantu pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
"Sistem resi gudang ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil panen, tetapi juga memberikan jaminan harga yang stabil. Hal ini dapat memperkuat posisi tawar petani dan mendukung ketahanan pangan nasional," tandas Candra. (hat/fiq)
Editor : Muhammad Hatta