KLIKJATIM.Com | Sumenep - Musim panen tembakau tahun ini diwarnai kegelisahan para petani akibat harga jual yang jatuh jauh di bawah harapan.
Nilai jual tersebut dianggap tidak sebanding dengan mahalnya ongkos produksi dan risiko besar yang harus mereka tanggung di tengah cuaca yang sulit diprediksi.
Petani asal Desa Rajun, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Moh. Nurussyafi menuturkan, bahwa saat ini ada petani yang sudah mulai memanen tembakaunya, namun banyak pula yang justru baru menanam. Perbedaan ini dipicu oleh cuaca yang tidak menentu.
“Sebagian memang sudah panen, tapi banyak yang baru mulai tanam,” katanya, Minggu (10/8).
Menurut Syafi, pola tanam tahun ini tidak seragam seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski seharusnya sudah memasuki musim kemarau, hujan justru masih sering turun.
Kondisi ini membuat sebagian petani memilih menunda penanaman demi menghindari kerusakan tanaman.
“Musim kemarau yang stabil baru terasa awal Juli. Jadi banyak petani baru berani tanam di pertengahan bulan itu,” jelasnya.
Di pertengahan musim panen ini, harga tembakau terpantau tetap rendah. Untuk kualitas terbaik sekalipun, harga tertinggi hanya mencapai Rp 40 ribu per kilogram, angka yang dinilai belum cukup untuk menutupi biaya produksi.
“Bukan untung yang didapat, malah tekor,” ujar Syafi.
Ia menjelaskan, harga bibit tembakau pada awal Mei lalu berada di kisaran Rp 40 ribu per seribu batang, namun kini sudah melonjak menjadi Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu. Untuk lahan seluas 50 meter persegi, dibutuhkan 8.000 sampai 10.000 batang bibit dalam sekali tanam.
“Kalau cuacanya seperti awal Mei, bisa sampai tiga kali tanam baru bibitnya bisa tumbuh,” ungkapnya.
Biaya bibit saja bisa menembus Rp 1 juta. Belum termasuk ongkos pengolahan lahan, yang jika menggunakan traktor dari pagi hingga siang mencapai Rp 600 ribu.
Jika mengandalkan tenaga cangkul, dibutuhkan lima orang pekerja dengan upah masing-masing Rp 70 ribu.
“Kalau dihitung total, mulai dari bibit sampai perawatan, modal awal bisa sampai Rp 3 juta–Rp 5 juta. Itu belum termasuk biaya saat panen,” paparnya.
Dengan harga jual yang hanya berkisar di bawah Rp 50 ribu per kilogram, peluang meraih keuntungan sangat tipis. Bahkan kualitas terbaik pun belum tentu menghasilkan untung jika panen terganggu cuaca atau gagal tanam.
“Kualitas bagus saja belum tentu balik modal. Kalau gagal tanam, risikonya rugi besar,” tegasnya.
Menanggapi kondisi ini, Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, menyatakan keprihatinannya dan menegaskan bahwa pemerintah daerah akan bergerak cepat untuk menjaga kesejahteraan petani.
“Kami akan memantau langsung situasi di lapangan dan memastikan kebutuhan petani terpenuhi,” kata Bupati Fauzi.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep, lanjutnya, juga telah mengimbau petani agar menyesuaikan waktu tanam dengan kondisi cuaca serta mematuhi rekomendasi teknis dari dinas.
“Cuaca memang sulit diprediksi. Karena itu, mengikuti saran dari dinas pertanian penting agar kualitas tembakau tetap terjaga dan petani tidak rugi,” ujarnya.
Selain itu, Pemkab Sumenep akan mengawasi harga di tingkat petani untuk mencegah ketimpangan pasar yang merugikan mereka.
Bupati Fauzi menekankan, perlindungan harga harus diutamakan agar keuntungan petani tetap wajar dan adil.
“Kesejahteraan petani akan tetap jadi prioritas, tentu sesuai aturan yang berlaku,” imbuhnya.
Upaya pemantauan dan edukasi ini diharapkan mampu meminimalkan risiko gagal panen akibat anomali cuaca serta menjaga keberlangsungan ekonomi berbasis pertanian di Sumenep.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau se-Madura (P4TM), Haji Khairul Umam, yang akrab disapa Haji Her, mulai memprediksi harga tembakau tahun 2025.
Menurutnya, puncak harga tembakau Madura biasanya terjadi antara pertengahan Agustus hingga pertengahan September, dengan catatan tidak turun hujan.
“Kalau cuaca kering, harga tertinggi biasanya di pertengahan bulan delapan sampai pertengahan bulan sembilan,” ujarnya.
Ia memperkirakan harga akan anjlok setelah pertengahan September, sehingga para petani diminta memperhatikan waktu panen.
“Di atas bulan sembilan, saya perkirakan harganya turun. Ini penting jadi perhatian petani,” tegasnya.
Untuk wilayah Madura, harga tembakau tegal diprediksi berkisar Rp 50 ribu–Rp 65 ribu per kilogram, sementara tembakau gunung antara Rp 50 ribu–Rp 75 ribu. Bahkan, untuk kualitas terbaik bisa tembus Rp 80 ribu per kilogram jika cuaca bersahabat. (ris)
Editor : Hendra