KLIKJATIM.Com | Jember - Wakil Bupati Jember Djoko Susanto melayangkan surat pengaduan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Gubernur Jawa Timur, terkait sejumlah persoalan di tubuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember. Surat itu tertanggal 4 September 2025.
Dalam laporan tersebut, Djoko menyoroti keberadaan Tim Percepatan Pembangunan dan Pengelolaan Daerah (TP3D) yang dinilai tidak memiliki dasar hukum dan justru tumpang tindih dengan tugas wakil bupati.
Terlebih, kata Djoko, Keberadaan tim itu juga dinilai tidak selaras atau tidak sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025.
Terkait hal ini, di konfirmasi saat menyambut pesawat penerbangan komersial maskapai Fly Jaya dari Bandara Halim Perdanakusuma, dan mendarat untuk pertama kalinya di Bandara Notohadinegoro, Selasa (23/9/2024).
Disela kegiatannya, pria yang akrab disapa Gus Bupati itu sempat dikonfirmasi sejumlah wartawan untuk dimintai tanggapannya terkait layangan surat dari Wabup Djoko itu.
Gus Bupati hanya menjawab pertanyaan wartawan dengan sumringah, sembari terburu-buru meninggalkan wartawan.
Terpisah Pejabat Sekretaris Daerah Jupriono saat dikonfirmasi lewat Whatsapp belum memberikan jawaban. Ditunggu hingga pukul 19.56 WIB, juga belum ada jawaban.
Diketahui sebelumnya, terkait layangan surat dari Wabup Djoko ia menyampaikan beberapa hal.
“Tugas wakil bupati memberikan saran. TP3D juga memberikan saran. Yang punya tugas yang diatur undang-undang tidak diakomodir, tapi bikin bentukan baru,” ujar Djoko saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di Jember, Selasa (23/9/2025).
Ia bahkan menyebut TP3D kerap memanggil kepala organisasi perangkat daerah (OPD) dan tampil dominan dalam acara formal.
Selain TP3D, Djoko juga melaporkan persoalan meritokrasi dalam kepegawaian aparatur sipil negara (ASN). Menurutnya, terdapat tiga indikasi lemahnya sistem, yaitu pengabaian prosedur pengisian jabatan, pejabat definitif merangkap jabatan pelaksana tugas, serta rendahnya independensi Inspektorat.
Soal pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Djoko menilai tidak mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ia menyoroti tidak adanya pedoman teknis pengadaan barang dan jasa, adanya pergeseran anggaran tanpa dasar perencanaan, serta alokasi program pembangunan yang tidak proporsional.
“Ini berpotensi tidak memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan rawan KKN,” tegasnya.
Pria yang juga mantan Kepala BPN Jember itu, juga mengadukan lemahnya tata kelola aset daerah, hambatan koordinasi antara dirinya dengan OPD, hingga tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokoler sejak ia dilantik.
“Kalau gaji ya dapat. Tapi bantuan operasional pimpinan (BOP) tidak pernah saya terima,” ungkapnya.
Djoko berharap KPK, Mendagri, maupun Gubernur Jatim segera menindaklanjuti laporannya.
“Saya tidak akan menyesal kalau permohonan saya untuk pembinaan berubah menjadi penindakan,” katanya.
Terkait hal ini, sebelumnya dikutip dari banyak media. Bupati Jember Muhammad Fawait, menegaskan pembentukan TP3D telah dikaji secara matang.
“Insyaallah tidak melanggar apapun. Apalagi saya kader Pak Prabowo, tidak mungkin melanggar anjuran pemerintah pusat,” ujarnya, Maret 2025 lalu.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemkab Jember Ahmad Zaenurrofik menambahkan, TP3D berisi akademisi dan praktisi yang bertugas memberi masukan kepada bupati.
Terpisah anggota TP3D, Nyoman Aribowo, memastikan tidak ada gaji maupun biaya operasional dari APBD untuk tim tersebut.
Terkait mutasi ASN, Bupati Fawait berulang kali menyatakan tetap berpedoman pada aturan.
“Dalam pergeseran ini insyaallah kami berusaha seobjektif mungkin,” kata Fawait dikutip Nyoman.
Ia juga menyebut APBD 2025 sudah disusun dengan efisiensi sesuai arahan Mendagri.
Menanggapi layangan surat yang disampaikan oleh Wabup Djoko itu. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo saat dikonfirmasi sejumlah media.
Membenarkan adanya surat terkait pelaksanaan koordinasi dan supervisi di daerah. Ia menegaskan KPK akan terus mendampingi pemerintah daerah dalam pencegahan korupsi.
“Salah satunya melalui instrumen Monitoring Controling Surveilance for Prevention (MCSP), yang berfokus pada delapan area,” jelasnya.
Delapan area itu, lanjutnya, meliputi perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa, manajemen ASN, penguatan aparat pengawas internal, manajemen aset, optimalisasi pendapatan daerah, dan pelayanan publik.
"KPK juga mendorong partisipasi publik dalam pembangunan daerah sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan yang kolaboratif," ujar Budi. (ris)
Editor : Muhammad Hatta