KLIKJATIM.Com | Bangkalan - Kasus pelecehan seksual yang dilakukan MS (44) seorang kepala sekolah (kasek) di Desa Bragang, Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan, direka ulang (rekonstruksi) oleh Satreskrim Polres Bangkalan. Dalam reka ulang di Tempat Kejadian Perkara (TKP) SMP swasta, banyak ditemukan kejanggalan yang dikeluhkan dari dua belah pihak.
[irp]
Reka ulang itu diikuti korban guru TK berinisial NS (23), asal Desa Larangan Glintong Kecamatan Klampis. Salahsatu kejanggalan itu di antaranya susunan kursi dan tata ruang yang berbeda saat pelaksanaan rekonstruksi dengan waktu kejadian. “Saat kejadian tata ruangan tidak seperti itu, itu sudah dirubah semua, tapi pas rekonstruksi sudah disesuaikan tadi,” ujar perempuan kelahiran Bangkalan itu.
Menurut NS, dirinya sudah menjelaskan secara detail kejadian yang telah menimpa dirinya. Sehingga, TKP yang awalnya tidak sesuai sudah ditata seperti saat kejadian. Dia berharap pihak kepolisian dapat menjalankan hukum seadil-adilnya.
“Saya minta tolong kepada pihak kepolisian untuk tidak tebang pilih, karna ini kasusnya serius bukan main-main, agar kejadian seperti ini tidak menimpa kepada guru yang lain,” tutupnya.
Kejanggalan ternyata juga disampaikan tersangka. Menurut Bachtiar Pradinata, penasehat hukum MS, dari awal pihaknya memang berharap rekonstruksi ini dilakukan walaupun dua kali sempat gagal. Ini agar ada gambaran yang jelas bagi tim penyidik dan kejaksaan.
“Setelah dilakukan rekonstruksi ada kejanggalan yang dihubungkan dengan alat bukti yang dimiliki oleh penyidik, namun tidak dapat kita jelaskan sekarang nanti kita kupas tuntas di pengadilan,” ujarnya.
Rekonstruksi ini menjadi gambaran bagi penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) kabupaten Bangkalan, dengan kabar yang sudah menyebar di media. “Agar tidak menjadi bias atau fitnah terkait pemberitaan yang selama ini sering muncul di media, yang katanya tersangka begini, katanya korban begini,” tandasnya.
Menyikapi rekonstruksi yang sudah berlangsung, Kasatreskim Polres Bangkalan, AKP Agus Sobarnapraja menjelaskan, bahwa kejanggalan dalam rekonstruksi itu ada dua versi (korbna dan tersnagka) dan itu semua adalah hak masing-masing. Pada prinsipnya kasus ini sudah dikirim, tentu secara normatif biar dinilai se objektif mungkin oleh JPU. Yang penting kewajiban penyidik sudah untuk melakukan proses terhadap perkara ini sudah dijalankan.
“Itu nanti tinggal jaksa yang menilai dari kedua belah pihak, bukan penyidik lagi yang menentukan. Sekarang silahkan jaksa menilai kembali apakah dengan rekonstruksi itu sudah cukup atau bagaimana,” paparnya saat dikonfirmasi oleh KLIKJATIM.Com via telepon seluler karena pada saa itu Agus Sobarnapraja tidak hadir ke lokasi. (bro)
Editor : Suryadi Arfa