KLIKJATIM.Com | Mojokerto - Setelah menjalani pemberkasan pelimpahan dari tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur, Didik Pancaning Argo, Kepala Dinas Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Mojokerto akhirnya dijebloskan ke penjara oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Rabu (5/8/2020).
[irp]
Didik terlihat mengenakan rompi tahanan berwarna oranye, dan digiring oleh penyidik Pidsus Kejari Mojokerto ke dalam mobil tahanan. Selanjutnya Didik dititipkan ke tahanan Mapolres Mojokerto, di jalan Gajah Mada Nomer 99, Kecamatan Mojosari.
Didik, sapaan akrab tersangka, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang pengelolaan normalisasi irigasi di Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cerot di Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan Gondang. Proses normalisasi tersebut terjadi kurun waktu tahun 2016 dan 2017.
Saat itu tersangka masih menjabat sebagai Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto, di era kepemimpinan mantan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa yang kini mendekam di Lapas Medaeng, Sidoarjo, karena kasus gratifikasi yang pernah ditangani penyidik KPK.
[irp]
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto, Rahmat Hidayat mengatakan, tersangka dan barang bukti berupa 1 unit backhoe (alat berat) dan truk pengangkut batu, telah diserahkan oleh tim penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim atas kasus normalisasi tersebut.
“Ada pelimpahan dari penyidik Polda Jatim terkait kasus di dinas pengairan yang bersangkutan saat ini menjabat sebagai PNS. Saat ini ditahan di rutan Polres Mojokerto,” kata Rahmat kepada wartawan di kantornya usai penahanan.
Saat itu pelaksanaan kegiatan normalisasi daerah irigasi di Kabupaten Mojokerto ada eksploitasi batu dari sungai. Tersangka memerintahkan sejumlah orang untuk mengangkut dan mengirim batu-batu hasil normalisasi ke CV Musika, sebuah perusahaan pemecah batu milik keluarga besar mantan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa.
"Atas perintah tersangka, batu itu dikirim ke suatu perusahaan (CV Musika) di Mojokerto. Ada dua orang saksi yang bertugas mengirim batu tersebut," imbuh Rahmat.
Dari pengiriman batu-batu hasil normalisasi tersebut, dua orang yang sempat berstatus sebagai saksi menerima pembayaran yang berbeda. Kedua saksi itu masing-masing menerima Rp 533.153.250 dan Rp 496.982.745.
"Padahal untuk pengelolaan normalisasi sungai adalah kewenangan dari Kementerian PUPR pusat. Sehingga perbuatan tersangka yang dilakukan bersama satu saksi merugikan negara sebesar Rp 1.030.135.995," beber Rahmat.
Sejauh ini Didik masih tersangka tunggal. Tidak menutup kemungkinan tersangka akan bertambah, mengingat kerugian Negara yang cukup besar. “Kita lihat perkembangan persidangan bagaimana nanti kalau persidangan mengarah ke tersangka lain penyidik berhak melakukan penyelidikan baru," pungkasnya.
Akibat perbuatannya tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (bro)
Editor : Redaksi