klikjatim.com skyscraper
klikjatim.com skyscraper

Menebak Arah Dukungan PDIP Untuk Pilbup Gresik

avatar Wahyudi
  • URL berhasil dicopy

Catatan

Aries Wahyudi

KETUA Umum PDIP Megawati pada Jumat (17/7/2020) pekan lalu telah mengumumkan 45 calon kepala daerah di Seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Timur mengumumkan 10 orang calon bupati dan calon wali kota. Dalam surat Nomor 1682/IN/DPP/VII/2020 tentang penyampaian Tahap II Calon Kepala Daerah, disebutkan untuk Jawa Timur ada 10, minus Surabaya, Sidoarjo dan Gresik.Lantas kenapa untuk ketiga daerah yang menjadi pusat politik Jawa Timur ini belum diumumkan. Jika melihat persoalan di Surabaya, saya pikir tidak ada masalah. Yang pasti PDIP Surabaya sudah punya kader sendiri untuk dicalonkan. Dan biasanya calon PDIP menguasai suara pemilih warga Surabaya, siapapun yang diusung.

Masalahnya hanya siapa yang akan mewakili kader itu, Wisnu Sakti Buana yang memiliki basis akar massa kaum nasionalis di Surabaya atau justru Eri Cahyadi, pendatang baru yang kebetulan kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) yang identik dengan Bu Risma. Sekali lagi, bisa ditebak, siapapun yang dipilih, yang pasti dia kader PDIP atau yang dekat dengan petinggi PDIP.

Yang menarik justru di Sidoarjo dan Gresik. Sebab, di dua kota penyangga Kota Surabaya ini, PDIP tidak punya calon yang berasal dari kader sendiri, melainkan akan mengusung kader partai lain. Di Sidoarjo ada nama Bahrul Amig, yang saat ini menjabat Kadishub Sidoarjo dan Kelana Aprilianto yang merupakan seorang pengusaha.

Kemudian di Gresik, PDIP Gresik tidak memiliki jago andalan untuk meraih 980 ribu pemilik suara Pilbup Gresik 2020 mendatang. Dalam usulan ke DPP PDIP, partai Banteng moncong putih asal Gresik ini sudah merekomendasikan Qosim-Alif (QA) ke Megawati. Namun entah, meski sudah ditutup konvensi cabup, tiba-tiba pengurus PDIP Gresik menyodorkan nama Yani-Aminatun (Niat) ke DPP PDIP.

Lantas siapakah yang akan dipilih oleh PDIP di Gresik dan Sidoarjo. Kalau saya akan menganalisa berdasarkan pernyataan Ketua DPD PDIP Jawa Timur, Kusnadi. Di hadapan wartawan di Surabaya, PDIP menegaskan, sesuai instruksi Megawati, PDIP harus memenangkan pilkada di Jawa Timur. Baik yang berasal dari kader maupun mengusung kader partai lain.

Jika kader sendiri, yang pasti mesin partai akan bekerja maksimal untuk memenangkan banteng militan kader sendiri. Lantas jika bukan kader namun diusung partai lain. Dari sini pengurus PDIP tidak akan gegabah menjatuhkan pilihan kepada calon yang tidak unggul dalam sisi ketokohan maupun yang utama adalah hasil survei.

Melihat pengalaman PDIP Gresik pada Pilbup 2015, ketika mendukung pasang Berkah (Husnul Khuluq-Ahmad Rubai), PDIP gagal total merebut suara kepala daerah. Meski seluruh mesin partai digerakkan, terutama di wilayah Gresik Selatan, nyatanya pasangan Berkah hanya mendapatkan suara 175.449 suara (27 %) jauh tertinggal dari pasangan Sambari Halim Radianto –Mohamad Qosim yang mendapatkan 447.751 suara (71 %).

Kegagalan PDIP dalam menentukan pilihan bukan tanpa sebab. Kendati hasil survei yang dilakukan lembaga survei di Jatim maupun pusat, sebenarnya sudah terlihat jika pasangan SQ unggul rata-rata diatas 67 persen dibanding Berkah yang rata-rata maksimal 25 persen. Namun, kengototan pengurus DPC PDIP dalam mendukung Berkah, menjadi bumerang bagi partai moncong putih untuk meraih sukses memenangi Pilkada Gresik.

Kini, apakah kegagalan itu akan terulang. Melihat gelagatnya sebenarnya bakal mengulang konstetasi 2015 silam. Awalnya PDIP merekomendasikan tunggal pasangan Qosim Alif (QA) ke Jakarta. Namun di saat saat injury time atau penutupan konvensi, sejumlah pengurus DPC PDIP membuat manuver dengan menerima pendaftaran Ahmad Yani-Arminatun Habibah (Niat).

Entah apakah pengurus DPC PDIP Gresik memiliki data survei sendiri atau ada lobi-lobi politik dengan kubu Niat yang digawangi mantan Bupati Gresik KH Robbach Ma'sum. Yang mungkin kebetulan Ahmad Yani ini direksi yang menjalankan usaha transportasi angkutan truk milik ayahnya, H Nurcholis. Yang pada Pemilihan Legislatif 2019 lalu bisa mendulang suara paling besar dengan background pengusaha sukses.

Sama sebenarnya tahun 2015 PDIP Gresik mendukung Berkah karena ada lobi lobi dari mantan Bupati KH Robbach Ma'sum yang menggadang putra mahkota mantan Sekda dan mantan Ketua PCNU Gresik menjadi Cabup Gresik. Namun saat itu gagal total menundukkan Sambari-Qosim yang diusung Golkar, Gerindra , Demokrat serta PKS.

Kembali melihat statmen PDIP Jatim yang harus memenangkan pilkada, maka saya pikir pengurus DPP PDIP akan berpikir pragmatis untuk menentukan sikap dalam merekomendasikan Cabup Gresik berdasarkan data survei. Sebagai partai pemenang dalam Pemilu 2019 dan Pilpres, PDIP tentunya tidak akan gegabah mendukung calon yang popularitas dan elektoralnya rendah.

Dalam catatan saya sebelumnya berjudul Pilbup 2020 sebenarnya sudah selesai, saya paparkan data 3 lembaga survei nasional yang semuanya mengunggulkan pasangan Qosim-Alif. Popularitas Qosim rata-rata diatas 70 persen. Itu artinya ketika saya tanyakan apakah mengenal nama Qosim di 4 wilayah pinggiran Utara, Selatan, Barat, Timur dan Pulau Bawean, hampir semuanya mengetahui. Sementara saat ditanyakan nama Ahmad Yani, hanya wilayah tiga kecamatan saja yang mengenalnya. Sementara di wilayah pelosok nyaris tidak ada yang tahu.

Kemudian modal politik yang dimiliki Qosim-Alif cukup besar karena didukung PKB yang menjadi pemenang Pilleg 2019 di Gresik dengan 13 kursi DPRD. Ditambah lagi Gerindra yang menampilkan sosok Asluchul Alif Maslikan, seorang dokter, pemilik rumah sakit yang dikenal dekat dengan kaum marjinal. Sementara Ahmad Yani jelas kehilangan dukungan partai karena rekomendasi PKB jatuh ke Qosim.

Ahmad Yani kemudian 'menguasai' lima partai, Nasdem, Golkar, PAN, PPP, dan Demokrat. Dari kelima partai itu, kecuali Golkar, sebenarnya kurang memiliki basis massa kuat dibandingkan PKB dan Gerindra. Golkar pun saya pikir hanya mengikuti alur, karena sebenarnya mereka kecewa Ketua DPD Golkar Gresik Ahmad Nurhamim tidak jadi disandingkan dengan Ahmad Yani. Sebagianbesar kader partai beringin ini kecewa dengan tidak dipilihanya Ahmad Nurhamim sebagai wakilnya Yani. Jadi saya pikir mesin partai pendukung Niat kurang greget dibanding mesin partai PKB Gerindra. Lihat saja pertarungan Pilbup 2015, nyaris terulang dalam Pilkada 2020 ini.

Jadi kembali ke awal pembicaraan, kemanakah arah dukungan PDIP Gresik yang masih diperebutkan oleh QA dan Niat. Tentunya jika mengaca pada analisa diatas, sepertinya PDIP kali ini cukup pragmatis dan logis serta cerdas untuk memilih siapakah yang bakal membantu menancapkan bendera pemenang di Gresik. Jika tidak ada kader sendiri, maka PDIP akan menggunakan akal sehat dengan mempertimbangkan hasil survei dan arah dukungan mayoritas warga Gresik. Siapakah dia, jawab sendiri bro belajar jadi analis politik hehehehe. (*)

Editor :