KLIKJATIM.Com | Surabaya - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa geram sekaligus heran lantaran harga beras mahal di Jawa Timur. Padahal berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jatim surplus 3,1 juta ton.
"Dari data ini kita harusnya surplus tapi kenyataan di lapangan beras sangat langka dan mahal," ungkapnya, Rabu (22/2/2023).
Khofifah mengatakan masalah pangan ini akan berdampak serius. Per Januari 2022 hingga Januari 2023 menjadi pendorong inflasi tertinggi kedua di Jatim dengan andil 0,39 persen. Hal ini lantaran daya beli masyarakat menurun. Selain itu, jika harga beras tak terjangkau akan berdampak pada peningkatan kasus stunting dan naiknya angka kemiskinan.
Gubernur yang juga Ketua PP Muslimat NU itu mendorong agar kepala daerah melakukan upaya-upaya pengendalian berupa menyediakan stockist seperti yang dilakukan di Surabaya, Gresik dan Malang Raya.
Dengan adanya stockist daerah tidak perlu lagi menggerakkan logistik dari Bulog. Apalagi, posisi Bulog bukan lagi sebagai buffer stok pangan nasional namun hanya sebagai maret share di angka 10 persen atau stok minimal 1,2 juta ton. Sedangkan 90 persen ada pada distributor.
"Stockist itu disubsidi transportnya oleh Pemkot yang menstabilisasi harga di bawah HET. Jadi kalau HET 9.450 per Kg, harga beras di sebagian pasar di Surabaya Rp8.800 per Kg. Saya harap potensi ini bisa diakses pula oleh kabupaten/kota yang lain," tuturnya.
Selain itu, mantan Mensos RI itu mendorong Pemerintah Daerah bersama jajaran melakukan sinergitas yang baik dengan Gapoktan, Perpadi, Bulog dan bahkan distributor untuk memastikan ketersediaan stok di masing-masing daerah.
Normalnya, kata Khofifah, penggilingan memiliki stok untuk 30 hari. Namun saat ini hanya mampu memasok untuk 2-3 hari. Kemudian, secara on farm peningkatan ketersediaan pasokan dilakukan dengan menggalakkan masa tanam lebih cepat, serap gabah beras petani, penyusunan pola tanam dengan pendekatan teknologi pertanian terpadu, serta optimalisasi pengamanan produksi.
Lalu, digitalisasi pemasaran produk pertanian dan mendorong adanya food station. Kemudian, peningkatan kerja sama antar daerah dan operasi pasar. "Terakhir sosialisasi penggunaan BTT untuk subsidi ongkos angkut barang," pungkasnya. (sar/fat)
Editor : Fatih