klikjatim.com skyscraper
klikjatim.com skyscraper

Satu Tersangka Baru Kasus Korupsi Tulungagung Ditetapkan, Pengamat Hukum : Itu Sudah Wajar

avatar klikjatim.com
  • URL berhasil dicopy
Andreas, Pengamat Hukum Tulungagung
Andreas, Pengamat Hukum Tulungagung

KLIKJATIM.Com | Tulungagung - Penetapan satu tersangka baru kasus  dugaan suap suap terkait dengan proyek pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung tahun 2013- 2018, oleh KPK seolah membuka lagi kenangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada tahun 2018 yang lalu di Tulungagug dan Blitar.

Tersangka ke 6 yang ditetapkan dalam kasus ini adalah Tigor Prakasa selaku Direktur PT Kediri Putra, salah satu perusahan swasta yang memenangkan sejumlah proyek di Dinas PUPR Tulungagung selama periode tahun 2016 - 2018.

Penetapan tersangka baru ini dianggap sebagai hal yang wajar dalam pengungkapan praktek kasus korupsi, hal ini disampaikan oleh pengamat hukum sekaligus Dosen salah satu perguruan tinggi di Tulungagung, Andreas Andri Djatmiko.

Andreas yang dihubungi melalui sambungan telepong menyebut, dalam undang undang yang berlaku, tindak pidana korupsi bisa dilakukan dan dijeratkan kepada pemberi maupun penerima suap, sebab keduanya bekerja sama untuk melanggengkan aksi korupsi yang terjadi.

"Sudah sewajarnya dalam Undang Undang Tipikor diatur aturan pidana bagi penyuap maupun yang disuap," ujarnya melalui pesan singkat, pada Jumat (11/03/2022) malam.

Menurut catatannya,proyek korupsi yang melibatkan proyek proyek milik pemerintah selalu berkaitan langsung dengan pihak pengembang yang memenangkan poryek tersebut, sehingga ketika aparat penegak hukum telah menetapkan satu pejabat sebagai tersangka maka akan ada pihak swasta juga sebagai pemberi suap yang akan menjadi tersangka.

Sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui dalam Undang Undang nomor 20 tahun 2001.

" Aturannya kan sudah jelas, setiap orang yang menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, bisa dikenai pidana," jelasnya.

Andreas mengingatkan, lanjutan pasal tersebut juga mengatur tentang pemidanaan untuk pemberi suap dalam sebuah kasus korupsi, juga bisa dipindana.

" Ancamannyanya bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 250.000.000,-," jelasnya.

Ketika satu pejabat telah ditetapkan sebagai tersangka, maka akan dilakukan pendalaman lagi, siapa saja yang selama ini menyuap tersangka tersebut.

"Siapa yang menyuap? biasnya pihak swasta biasanya terkait dengan proyek pengadaan barang dan jasa atau ASN misal kasus jual beli jabatan," pungkasnya. (yud)

Editor :