KLIKJATIM.Com | Tulungagung - Bagi kalangan penyintas yang sempat menjalani karantina di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) UIN Satu Tulungagung, sepertinya tak asing lagi dengan sosok Imam Safi'i. Karena pembawaannya yang riang dan mudah bergaul, sehingga membuat Koordinator Layanan Dukungan Psikosial (LDP) RSDC UIN Satu Tulungagung ini cepat mendapatkan hati pasien Covid-19 yang sedang menjalani karantina.
[irp]
Bahkan tak jarang para pasien Covid-19 di RSDC UIN Satu Tulungagung kerap curhat kepada pria berusia 39 tahun ini. Nah, atas pengabdiannya itu Imam Safi'i mendapatkan reward atau penghargaan dari Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa, Senin (1/11/2021) kemarin.
Guru mata pelajaran (mapel) PPKn di MTS Negeri 1 Tulungagung ini menjadi salah satu dari 32 anggota Tagana Tulungagung, yang mendapatkan reward atas dedikasi dan pengabdiannya sebagai satuan tugas layanan shelter karantina penanganan Covid-19 di Kabupaten Tulungagung sejak Mei 2020 sampai September 2021.
Tak hanya itu. Saat pandemi ini, dirinya juga mendapatkan anugrah lain yakni diangkat sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) setelah sebelumnya sebagai petugas Tata Usaha (TU). "Alhamdulillah malah diangkat menjadi GTT, dulu saat awal pandemi kan masih TU," kata Imam Safi'i, Kamis (4/11/2021).
Dia pun menceritakan awal keterlibatannya dalam layanan dukungan psikosial untuk pasien Covid-19. Menurutnya, pada tahun 2008 lalu dirinya tertarik menjadi relawan di Tagana Tulungagung dan akhirnya mengikuti diklat sebagai Tagana muda.
"Saya sudah jadi TU, tahun 2008 ikut jadi relawan kemudian setahun setelahnya ikut diklat dan jadi Tagana muda waktu itu. Kalau sekarang di Tagana ada di Litbangnya saya mas," jelas Imam.
Disela-sela kesibukannya sebagai petugas Tata Usaha (TU) MTS Negeri 1 Tulungagung, Imam mengaku terus aktif bergerak bersama dengan Tagana Tulungagung. Mereka sering turun ke lapangan untuk memberikan bantuan kepada warga terdampak bencana alam.
Saat pandemi Covid-19 melanda, tepatnya pada bulan Maret 2020, Imam menjadi salah satu anggota Tagana yang diperbantukan untuk memberikan layanan kepada pasien Covid-19 yang menjalani karantina di RSDC UIN Satu.
"Nah, pas mulai pandemi diperbantukan di rusunawa IAIN, dulu namanya masih belum RSDC, diperbantukan di sana ya bersama-sama dengan Nakes (tenaga kesehatan), mengurusi keperluan pasien ini," ungkapnya.
Dengan mempelajari karakter penularan Covid-19, Imam bersama dengan tim telah memberanikan diri untuk berinteraksi dengan pasien Covid-19. "Kita langsung mendapatkan informasi dari dokter spesialis dari RSUD dr Iskak, jadi penularannya seperti ini, cara menghindarinya seperti ini akhirnya kita berani, apalagi kita juga tahu kalau dukungan psikososial ini sangat penting," ucapnya.
Tidak hanya menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi penghuni karantina hingga mengantarkan makanan, Imam bersama dengan anggota lainnya juga memberikan layanan yang dibutuhkan oleh pasien. Salah satunya adalah layanan dukungan psikosial.
Kondisi inilah yang membuatnya dekat dengan pasien dan tak jarang menjadi tempat keluh kesah mereka selama menjalani karantina. "Mulai makanan, itu kan kita awalnya yang ngantar sampai banyak yang curhat-curhat juga bahkan ada group WA (WhatsApp) sesama penyintas itu," tuturnya.
Imam juga tak memungkiri bahwa sempat terlintas rasa takut tertular Covid-19. Namun dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat dan ketaatan menerapkan prosedur yang ada, sehingga membuatnya semakin yakin dalam menjalankan tugasnya.
Buktinya, selama lebih dari satu tahun terjun langsung berhadapan dengan pasien Covid-19 dan setelah menjalani 19 kali swab PCR hasilnya negatif covid. "Meriang panas dingin ya pasti pernah, tapi di swab PCR hasilnya negatif. Saya sudah 19 kali di swab," terangnya.
Kini, Imam pun kembali lebih fokus ke lembaga pendidikan sebagai guru. Itu setelah tren kasus Covid-19 terus melandai dan RSDC UIN Satu pun dikembalikan pada fungsinya sebagai lembaga pendidikan. (nul)
Editor : Iman