Kata Petani Gresik, Industri Lebih Pilih Garam Impor Dibanding Garam Rakyat

Reporter : Miftahul Faiz - klikjatim.com

Petani garam rakyat di Desa Roomo Manyar masih beraktivitas seadanya karena musim pendek akibat curah musim hujan datang lebih awal. (Faiz/klikjatim.com)

KLIKJATIM.Com | Gresik—Terhitung sejak bulan September 2021 ini. Petani garam di Gresik mengalami penurunan hasil panen. Selain hasil panen menurun, harga garam juga turun jadi Rp 500 per kilogram.

[irp]

Rudi Utomo, petani garam asal Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik mengatakan, sejak memasuki musim hujan di September ini hasl panennya tak seberapa. Panen hanya bisa dilakukan seminggu sekali, bahkan terkadang dua minggu sekali.

Menurut Rudi, lumrahnya lahan satu hektar bisa menghasilkan 10 sampai 15 ton garam. Namun, karena ini masuk musim pendek atau musim hujan, lahan satu hektar hanya meghasilkan 3 sampai 5 ton.

“Kalau musim hujan seperti ini banyak buruh tani yang  pulang ke kampung. Ada yang Madura, Bondowoso. Hampir tidak ada aktivitas,” ujarnya, Kamis (4/11/2021). 

Pantauan di lapangan, beberapa petak lahan pertanian garam di Desa Roomo, Manyar mulai sepi. Memang masih ada satu dua petani memanen garam yang terlanjur di garap. Tapi sebagian besar, area itu sudah kosong.

“Memang kalau sudah datang hujan, aktivitas petani garam tidak ada. Karena tergantung cuaca,” kata Rudi.

Menurut Rudi, harga garam di angka Rp 1.200 per kilogram terakhir pada 2018 yang lalu. Setelah itu, harga garam terus menurun. Bahkan, pernah menyentuh di angka Rp 200 per kilogram.

Rudi menyebut, rendahnya harga garam saat ini dikarenakan suplai garam impor terlalu besar. Sehingga, harga jual garam rakyat kalah di pasaran. Apalagi saat ini pabrik-pabrik yang membutuhkan bahan baku garam itu lebih memilih garam impor dikarenakan memiliki kandungan natrium klorida lebih baik dibandingkan garam lokal.

“Tahun 2021 ini, di Gresik saja sudah menghasilkan 700 ton,” ucap Rudi.

Dari data yang dihimpun klikjatim.com kenaikan garam tertinggi pada tahun 2018 Rp 1200 per kilogram. Tahun berikutnya 2019 Rp 300 per kilogram. Tahun 2020 Rp 200 per kilogram. Dan tahun 2021 kembali stabil dengan harga Rp 500 per kilogram.

Rudi mengatakan, sejauh ini hanya menjual kepada para pengusaha lokal saja dan dijual ke tempat pengasinan Lamongan atau Gresik. Rudi berharap pemerintah bisa menurunkan jumlah impor garam tahunan. Sebab, apabila impor garam rendah, otomatis harga garam lokal akan membaik.

“Apalagi seperti ini musim panennya juga semakin pendek karena musim hujan yang datang lebih awal,” tutupnya.(mkr)