Sampah Jadi Energi, Sumenep Kirim 24 Ton Bahan Bakar Alternatif ke Pabrik Semen

Reporter : Hendra
SIMBOLIS. Wakil Bupati Sumenep, Imam Hasyim, saat melepas pengiriman perdana hasil olahan sampah berupa RDF ke PT Solusi Bangun Indonesia. (doc. M.Hendra.E/KLIKJATIM.Com)

KLIKJATIM.Com | Sumenep - Upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, dalam mengubah tumpukan sampah menjadi sumber energi mulai menampakkan hasil. 


Dinas Lingkungan Hidup (DLH) melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sampah mencatat, pengiriman perdana bahan bakar alternatif hasil olahan sampah atau Refuse Derived Fuel (RDF) telah dilakukan ke PT Solusi Bangun Indonesia (SBI).

Baca juga: Belasan Pabrik Rokok Sumenep Mulai Beroperasi, APHT Masih Kekurangan Tenaga Kerja


Kepala UPT Pengelolaan Sampah DLH Sumenep, Achmad Junaidi, menyebut sebanyak 24,1 ton RDF telah dikirim sebagai bagian dari implementasi kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Sumenep dan PT SBI.


“Ini pencapaian penting bagi kami. Selama ini sampah hanya dianggap masalah, sekarang bisa berubah menjadi energi yang punya nilai ekonomi,” ujarnya, Senin (10/11).


Meski demikian, lanjut Junaidi, proses penentuan nilai jual RDF tersebut belum final. PT SBI masih melakukan pemeriksaan kualitas terhadap bahan bakar hasil olahan dari Sumenep itu.


“Harga per kilogramnya belum bisa dipastikan. Setelah hasil uji mutu keluar, barulah diketahui berapa nilai jualnya sekaligus biaya pengirimannya,” terangnya.

Baca juga: Serapan Tenaga Kerja di Sumenep Masih Seret, Disnaker Akui Data Pengangguran Tak Lengkap


Ia menjelaskan, RDF yang dihasilkan DLH berasal dari pemisahan dua jenis sampah utama, yakni organik dan nonorganik. Setiap jenis melalui proses dan sistem pengangkutan berbeda.


“DLH fokus menyiapkan bahan olahan. Untuk pengiriman, akan dikelola pihak ketiga sesuai kesepakatan,” imbuhnya.


Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Sumenep, Akhmadi Yasid, menilai keberhasilan program RDF ini harus diikuti dengan pembuktian nyata terkait efektivitas alat pengolah sampah yang dibeli menggunakan dana publik sebesar Rp 2,8 miliar.

Baca juga: Gempa Dangkal Guncang Sumenep, BMKG Pastikan Berasal dari Sesar Aktif Bawah Laut


“DLH harus bisa menunjukkan manfaatnya. Jangan sampai mesin itu hanya sekadar alat daur ulang tanpa memberi dampak nyata terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD),” kata Yasid tegas.


Menurutnya, keberadaan mesin RDF semestinya tidak hanya mengatasi persoalan lingkungan, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi daerah melalui penjualan hasil olahan sampah ke pihak industri.

Editor : Wahyudi

Lowongan & Karir
Berita Populer
Berita Terbaru