KLIKJATIM.Com | Jombang – Menanggapi keresahan warga mengenai penggunaan sound system bervolume tinggi atau yang dikenal dengan istilah sound horeg di Kabupaten Jombang, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang bersama berbagai instansi terkait menggelar rapat koordinasi untuk mencari solusi terbaik.
Rapat yang dipimpin oleh Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdakab Jombang, Purwanto, ini dihadiri oleh perwakilan dari Polres Jombang, Kodim 0814 Jombang, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Bagian Hukum, Dinas Kesehatan, serta Kementerian Agama Kabupaten Jombang. Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk mencari jalan tengah yang tidak melarang sepenuhnya penggunaan sound system, tetapi lebih kepada pengaturan yang bijak.
Purwanto menjelaskan, rapat ini digelar untuk menindaklanjuti arahan Bupati Jombang, Warsubi, agar permasalahan ini tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Prinsip kami bukan untuk melarang kegiatan hiburan, tetapi untuk mengatur penggunaan sound system agar tetap menjaga ketertiban, kenyamanan, dan norma yang berlaku di masyarakat," ungkapnya setelah rapat koordinasi di kantor Kesbangpol, Kamis (24/7/2025).
Menurut Purwanto, pengaturan yang dimaksud mencakup aspek volume, lokasi, durasi, serta jenis pertunjukan yang diselenggarakan. Semua itu harus sesuai dengan norma agama, budaya lokal, dan peraturan yang berlaku.
Baca juga: Ini Pesan Arumi untuk Dekranasda Pamekasan Pacitan dan Trenggalek"Terlebih menjelang peringatan HUT ke-80 RI, biasanya banyak kegiatan hiburan yang menggunakan sound system besar. Ini yang perlu diantisipasi agar tidak berlebihan," tambahnya.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang, KH Achmad Cholili, mendukung penuh langkah pemerintah daerah terkait penggunaan sound system besar dalam kegiatan hiburan. Namun, ia menegaskan bahwa MUI tidak memberikan larangan langsung, melainkan hanya memberikan fatwa dan panduan moral.
"Kami tidak mengeluarkan izin atau larangan secara spesifik. Fatwa yang kami keluarkan lebih kepada arahan moral. Pelaksanaan teknis di lapangan tetap menjadi kewenangan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah," terang KH Cholili.
Ia juga menambahkan, bahwa permasalahan sound horeg tidak hanya tentang kebisingan, tetapi juga berkaitan dengan norma kesopanan, adab keislaman, dan potensi keributan sosial yang bisa ditimbulkan. Menurutnya, penting untuk menata ulang bentuk hiburan agar tetap sehat, tidak melanggar nilai-nilai agama, dan mendukung ketertiban umum.
Rapat koordinasi ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara hak atas hiburan dan kenyamanan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. (qom)
Editor : Diana