KLIKJATIM.Com | Gresik - Hingga semester pertama tahun 2025, realisasi pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Gresik masih jauh dari target. Dari total target sebesar Rp3,848 triliun, pendapatan yang terealisasi baru mencapai Rp1,87 triliun atau sekitar 48,63%. Artinya, masih terdapat kekurangan sebesar Rp1,97 triliun.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gresik dari sektor pajak belum menggembirakan. Dari target Rp1,083 triliun, baru tercapai Rp502,591 miliar atau 46,38%. Ini berarti masih ada selisih kekurangan sebesar Rp581 miliar. Sementara PAD dari retribusi daerah baru terealisasi sebesar Rp151,6 miliar dari target Rp367 miliar, atau sekitar 46,38%.
Untuk belanja daerah, dari total anggaran sebesar Rp3,843 triliun, baru terealisasi Rp1,2 triliun atau 34,48%. Masih ada kekurangan belanja sebesar Rp2,5 triliun yang belum terserap.
Kondisi ini menjadi perhatian serius dalam rapat antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Gresik dan Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (Timang) Gresik, terutama dalam pembahasan perubahan anggaran keuangan (PAK) APBD 2025 yang digelar Senin 14 Kulo 2025.
Suasana rapat pun sempat memanas karena adanya penurunan target retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) hingga Rp 20 miliar.
Ketua DPRD Gresik sekaligus Ketua Banggar, M. Syahrul Munir, menegaskan bahwa menetapkan prognosis bagi pemerintah daerah jauh lebih kompleks dibandingkan sektor swasta. Berbagai faktor seperti ekonomi, sosial, politik, bahkan psikologis turut memengaruhi arah kebijakan dan perencanaan anggaran.
Baca juga: PAD Kabupaten Gresik Dikerek Naik dalam Rancangan Perubahan KUA-PPAS 2025“Pemerintah pusat seringkali mengubah arah kebijakan yang otomatis berdampak ke daerah. Bahkan ekspektasi masyarakat dalam masa transisi kepemimpinan juga turut menjadi faktor psikologis penting,” ungkap Syahrul, sambil mencontohkan perubahan arah kegiatan Bupati untuk fokus pada penanganan banjir.
Menurutnya, dalam menyusun Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA), eksekutif harus menyampaikan secara terbuka dan detail kepada Banggar DPRD agar bisa satu visi. “Kami tidak ingin terjadi kesan bahwa eksekutif punya kehendak sendiri, legislatif punya kehendak lain,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan pentingnya pola kerja yang inovatif dalam upaya meningkatkan PAD. Penurunan target retribusi PBG sebesar Rp 20 miliar dianggap sebagai indikator ketidakoptimisan dan pola kerja pasif dari dinas penghasil. Syahrul mendorong adanya pendekatan aktif, termasuk jemput bola, bukan sekadar menunggu di meja.
“Kami butuh pola kerja yang bukan hanya optimis dan realistis, tapi juga inovatif. Kalau hanya menunggu, siapa pun pejabatnya, hasilnya akan sama,” jelasnya.
Syahrul juga mengkritik pendapatan dari sektor PBB yang stagnan meski NJOP dinaikkan, karena masyarakat di lapangan enggan membayar. Di sisi lain, dua apartemen besar di Gresik belum menyumbang pendapatan signifikan, menandakan masih lemahnya strategi pemungutan dan kolaborasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), terutama OPD Pendapatan (penghasil).
"Setiap pertengahan tahun, OPD meminta kenaikan belanja, tapi tak memikirkan bagaimana PAD bisa maksimal. Harusnya kita jemput bola," tandasnya. (qom)
Editor : Abdul Aziz Qomar