klikjatim.com skyscraper
klikjatim.com skyscraper

Wagub Emil : Intoleransi dan Radikalisme Ancam Keutuhan NKRI

avatar klikjatim.com
  • URL berhasil dicopy

KLIKJATIM.Com | Surabaya - Intoleransi dan radikalisme adalah dua hal yang bisa mengancam persatuan, kesatuan serta keutuhan NKRI. Karena itu, diperlukan sikap saling mengenal dan saling memahami perbedaan di tengah masyarakat.

[irp]

Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, dengan saling memahami, maka usaha itu diharapkan bisa menjadi alat untuk menjauhkan diri dari intoleransi dan masuknya paham radikalisme.

"Bahwa saling mengenal dan saling memahami akan menjadi sebuah landasan untuk bersikap di tengah-tengah masyarakat," ujar Emil di Mapolda Jatim, Rabu (23/12/2020) malam.

Sejatinya, menurut Emil, hidup di Indonesia harus benar-benar mampu menjadikan perbedaan sebagai sebuah kekayaan. Di samping itu mampu menekan egosentris masing-masing, dan hidup rukun antar sesama anak bangsa yang dibingkai dalam ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

"Ini adalah negeri yang membentang dari ujung pulau Sumatera hingga Papua ada 714 suku bangsa, 1001 bahasa daerah ragam budayanya berbeda dan sudah lama sekali kita hidup dalam satu rumah bersama Indonesia yang ditopang oleh ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika," paparnya.

Menurutnya, butuh upaya konkret untuk membentengi diri masing-masing dari intoleransi dan radikalisme. Dari sisi Pemerintah Daerah, Pemprov Jatim telah menerbitkan Perda 8 tahun 2018 tentang penyelenggaraan toleransi kehidupan bermasyarakat dan Pergub 32 tahun 2020 yang menjadi Peraturan Pelaksana Perda 8 tahun 2018.

"Perda toleransi ini merupakan sikap Pemprov Jatim dalam merespon kondisi bangsa saat ini, dari situasi politik yang bisa saja berdampak di Jawa Timur," tegasnya.

Emil menyebut, pada tataran masyarakat luas, langkah nyata yang dapat dilakukan dalam mencegah intoleransi dan menangkal radikalisme adalah dengan tidak menyebarkan berita hoax.

Sebab, menurutnya hal tersebut sangat mampu mempengaruhi dan memprovokasi. Informasi atau berita yang diperoleh harus dikroscek kebenarannya, dilakukan tabayun atau konfirmasi kepada pihak yang bersangkutan.

"Termasuk rawan berkembangnya berita hoax, kadang-kadang dimunculkan foto seakan-akan itu terjadi sekarang padahal itu peristiwa lama, ada video yang harusnya lengkap 2 menit hanya jadi 20 detik kemudian itu diberikan narasi-narasi yang tidak menggambarkan peristiwa yang sebenarnya, dan itu bisa memicu kemarahan," tandasnya. (mkr)

Editor :