KLIKJATIM.Com | Gresik — Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rutan Kelas IIB Gresik menyampaikan, bahwa pemberian program asimilasi kepada narapidana (Napi) perkara penipuan yang juga anggota DPRD Gresik dari Partai Nasdem, Mahmud sudah sesuai. Yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 32 Tahun 2020 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
[irp]
Kepala Subsi Pelayanan Tahanan Rutan Kelas IIB Gresik, Anis Handoyo mengatakan, syarat pemberian asimilasi ini dijelaskan dalam bagian kedua, pasal 4 Permenkumham 32/2020. Antara lainnya Mahmud dinilai berkelakuan baik yang dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 bulan terakhir saat berada di Lapas. “Itu dihitung sejak menjalani tahanan. Dalam tindak disiplin ini, dalam arti aturan di Lapas (Mahmud) tidak kedapatan membawa hp, tidak berkelahi, tidak punya utang piutang, tidak menggunakan obat-obatan terlarang,” kata Anis, Jumat (5/3/2021).
Syarat berikutnya, Anggota Dewan Mahmud bisa memperoleh hak asimilasi karena selama menjalani masa tahanan pada waktu itu aktif mengikuti pembinaan. “Sejak tahanan itu sudah ada di Rutan Gresik, itu sudah mulai proses pembinaan. Jadi sejak masuk tahanan dilakukan pembinaan. Dan (syarat) 1 per dua masa pidana, kita menghitungnya sejak dia (Mahmud) ditahan,” ujarnya.
“Dasar dari aturan Permenkumham Nomor 32 tahun 2020 itu sudah masuk, aturan kita laksanakan semua. Kita tidak berani menyalahi aturan menteri,” menurutnya.
Dalam mekanisme pemberian asimilasi, lanjut Anis, dilakukan by system. Bukan hanya melibatkan satu atau dua orang yang menangani. Tapi butuh proses panjang.
“Jadi endingnya (data usulan) terakhir kita kirim ke Dirjenpas (Direktur Jenderal Pemasyarakatan) untuk menyeleksi data-data narapidana yang kita ajukan asimilasi. Kita itu by system semua, tidak bisa direkayasa, diakal-akali,” urai Anis.
Untuk kategori napi di lingkungan Lapas yang bisa memperoleh hak asimilasi, tentunya harus memenuhi dua syarat. Yaitu administratif dan substantif. “Kalau dua unsur tidak memenuhi syarat kita paksakan, system menolak. Di system Kementerian menolak data base pemasyarakatan,” jelasnya.
“Kita tidak memberikan hak istimewa, semua sama. Tidak memperlakukan hak istimewa, yang terpenting memenuhi syarat administratif, dan substantif. Meskipun napi lama kalau tidak memenuhi syarat, itu tidak bisa diperlakukan asimilasi,” tambah Anis.
Dan sebelumnya, usulan asimilasi ini harus dilengkapi dengan surat pernyataan jaminan keluarga. “Misal, kalau lurahnya tidak setuju si A ini bebas, maka tidak bisa. Asimilasi itu dikembalikan ke rumah, kalau warga tidak menerima, kita tidak bisa,” tuturnya.
Adapun syarat substantif meliputi inkracht atau berketapan hukum tetap, ada berita acara eksekusi dari Kejaksaan Negeri (Kejari), penetapan dan dasar hukumnya. Kemudian syarat administrasi, itu melengkapi surat pernyataan jaminan keluarga yang ditandatangani lurah. Terus langsung dilimpahkan Balai Pemasyarakatan (Bapas) di Surabaya.
“Jadi sebelum mendapatkan hak asimilasi, petugas Bapas mewawancarai keluarganya napi. Mahmud diwawancarai oleh Bapas, baru nanti keluarganya. Seperti itu mekanismenya, rutan sudah melakukan sesuai prosedur,” pungkasnya.
Catatan klikjatim.com, awal kasus Mahmud selaku mantan Kepala Desa (Kades) Banyuwangi, Kecamatan Manyar, Gresik mencuat setelah adanya laporan dari PT Bangun Sarana Baja (BSB) ke Polda Jatim, terkait dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen jual beli lahan yang dipakai proyek AKR Land. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 4 Februari 2019. Kebetulan pada saat itu, dia juga sedang mencalonkan sebagai anggota DPRD Gresik dari Partai Nasdem di dapil VIII (Manyar, Bungah, dan Sidayu) dalam pemilu 9 April 2019. Hasil perolehan suaranya pun tertinggi di antara caleg lainnya dari Partai Nasdem di dapil setempat.
Pada tanggal 7 Mei 2019, Kejari Gresik menjebloskan Mahmud ke Rutan Kelas IIB Gresik setelah pelimpahan berkas dari penyidik kepolisian. Karena kasusnya dianggap belum berkekuatan hukum tetap, sehingga Mahmud pun ditetapkan sebagai Anggota DPRD Gresik yang lolos duduk di parlemen.
Selanjutnya dari hasil persidangan di PN Gresik pada tanggal 15 Agustus 2019, ternyata Mahmud divonis dua tahun penjara. Kemudian pada tanggal 23 Agustus 2019, Mahmud terpaksa minta izin keluar sementara dari rutan untuk mengikuti pelantikan sebagai anggota DPRD Gresik. Setelah dilantik, Mahmud yang dikawal petugas akhirnya kembali lagi masuk rutan.
Tidak berhenti sampai di situ. Mahmud banding ke Pengadilan Tinggi dan hasilnya divonis lepas dari segala tuntutan hukum (onslag). Mahmud bisa menghirup udara bebas alias keluar dari rutan. Setelah itu Mahmud yang masih bertahan sebagai anggota dewan baru bisa bergabung di Kantor DPRD Gresik.
Di sisi lain, jaksa Kejari Gresik ternyata memutuskan untuk kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada tanggal 29 Mei 2020, PN Gresik menerima petikan putusan kasasi atas perkara penipuan tersebut dengan vonis bersalah. Mahmud diganjar hukuman 1 tahun penjara dengan dikurangi masa tahanan yang sudah dijalani sekitar 5 bulan 27 hari.
Setelah salinan putusan kasasi turun dan diterima, Mahmud tidak langsung dieksekusi. Pasalnya menunggu sampai berakhirnya proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020.
Baru tanggal 18 Januari 2021 kemarin, Mahmud dieksekusi. Dia dimasukkan ke dalam rutan kelas IIB Gresik. Selang tiga hari kemudian, narapidana yang juga merupakan wakil rakyat ini dikeluarkan kembali dari dalam rutan melalui program asimilasi. (nul)
Editor : Redaksi