klikjatim.com skyscraper
klikjatim.com skyscraper

Sanksi Bikinan Bupati Mojokerto untuk Pelanggar Prokes Covid-19 tidak Berfungsi

avatar Wahyudi
  • URL berhasil dicopy

KLIKJATIM.Com | Mojokerto—Peraturan Bupati (Perbup) Mojokerto nomor 44 tahun 2020 yang mengatur sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan, sampai saat ini tidak berfungsi. Hal tersebut terbukti saat menjatuhi hukuman pelanggar protokol kesehatan (Prokes) melalui sidang di pengadilan, ternyata masih menggunakan peraturan daerah (Perda).

[irp]

Bupati Mojokerto, Pungkasiadi, mengakui jika tidak menggunakan Perbup nomor 44 tahun 2020 untuk menghukum para pelanggar protokol kesehatan covid-19. Karena jika menggunakan Perbup yang dia sahkan tersebut, dikhawatirkan akan menuai pro dan kontra di masyarakat. Oleh sebab itu, pihaknya berpedoman pada Perda Jatim nomor 2 tahun 2020.

"Ini kan ada dendanya (pelanggar protokol kesehatan). Artinya harus Perda yang melaksanakan. Perbup kalau ada dendanya nanti malah pro dan kontra belum jelas. Makanya kami memakai Perda Jatim nomor 2 tahun 2020 agar sandarannya jelas," kata Pungkasiadi saat meninjau proses sidang yustisi di Pengadilan Negeri Mojokerto.

Secara terpisah, Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Mojokerto, Tatang Marhaendrata mengatakan butuh dua pekan untuk menyusun Perbup nomor 44 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan. Perbub itu untuk pencegahan dan pengendalian covid-19.

Tatang menambahkan, Perbup ini disahkan oleh Bupati Mojokerto, Pungkasiadi, dan berlaku sejak 14 September 2020 lalu. Pihaknya bersama Satpol PP menyusun Perbup 44 untuk melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

"Kami bahas bersama Satpol PP, setelah itu kami kirim ke Pemprov Jatim untuk difasilitasi. Butuh waktu sekitar dua minggu sampai Perbup disahkan," kata Tatang saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (18/9/2020) siang.

Perbub tersebut mengatur sanksi bagi para pelanggarnya. Sanksi tersebut dijelaskan pada pasal 9, yang intinya pelanggar perorangan dihukum kerja sosial atau denda Rp 50.000. Sementara untuk pelaku usaha, pengelola, penyelenggara atau penanggungjawab fasilitas umum, didenda Rp 100.000. Untuk pedagang kaki lima (PKL) atau lapak jajanan didenda Rp 75.000.

Meski Perbup tersebut telah disahkan, namun ternyata hingga saat ini, sanksi yang diatur dalam Perbup 44 tidak berfungsi untuk para pelanggar protokol kesehatan. Baik itu untuk perorangan maupun pelaku usaha. Sebab untuk mengadili, ternyata Kejaksaan Negeri Mojokerto dan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto membutuhkan acuan Perda.

"Kalau menegakkan hukum dengan tipiring (tindak pidana ringan) melalui Operasi Yustisi, kami harus menggunakan Perda Jatim. Karena tidak boleh menegakkan hukum melalui yustisi dengan pengadilan menggunakan Perbup. Ketentuannya diatur seperti itu. Makanya kami menggunakan Perda Jatim," terang Tatang.

Para pelanggar yang terjaring Operasi Yustisi di Kabupaten Mojokerto, selama ini dijerat dengan pasal 20A dan pasal 27C Perda Jatim nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan atas Perda Jatim nomor 1 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat. Pelanggar perorangan diancam sanksi denda maksimal Rp 500.000, sedangkan pelaku usaha maksimal Rp 1 juta. (mkr)

Editor :