Penetapan Harga Tembakau Molor, Petani Menjerit karena Harga Anjlok

Reporter : Hendra - klikjatim.com

BERTANI. Dua petani memanen daun tembakau di tengah belum jelasnya penetapan Titik Impas Harga Tembakau (TIHT) 2025. (Istimewa/KLIKJATIM.Com)

KLIKJATIM.Com | Sumenep – Penetapan Titik Impas Harga Tembakau (TIHT) tahun 2025 di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, masih belum jelas. Hingga awal Agustus, belum ada keputusan resmi dari pemerintah daerah. Padahal, sebagian petani sudah memulai panen sejak akhir Juli, dan harga jual tembakau di pasaran anjlok.

Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (DKUPP) Sumenep, Moh. Ramli, mengungkapkan bahwa Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo akan segera mengumumkan TIHT.

“Jika tidak ada perubahan, penetapan TIHT 2025 akan diumumkan di Aula Arya Wiraraja pada hari ini,” jelas Ramli, Senin (11/8).

Baca Juga : Sumenep Tampil Memukau di WACI 2025, Angkat Pesona Topeng dan Muang Sangkal

Ia menambahkan, rapat penetapan akan melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, akademisi, LSM, media, asosiasi petani tembakau, hingga pihak pabrikan. Faktor-faktor seperti harga bibit, pupuk, ongkos tenaga kerja, dan peralatan penunjang akan menjadi acuan dalam menetapkan TIHT.

Moh. Nurussyafi, seorang petani tembakau dari Desa Rajun, Kecamatan Pasongsongan, menyampaikan keluhannya. Menurutnya, harga tembakau pada awal musim panen tahun ini sangat rendah.

“Tembakau kualitas terbaik hanya dihargai Rp 40 ribu per kilogram. Harga seperti ini jelas tidak menguntungkan petani,” ujarnya.

Baca Juga : Harga Tembakau Anjlok, Petani Sumenep Terancam Rugi Besar di Musim Panen 2025

Syafi menjelaskan, biaya produksi tembakau sangat tinggi. Harga bibit tembakau mencapai Rp 40 ribu per 1.000 batang. Untuk satu bidang lahan, petani membutuhkan 8.000 hingga 10.000 batang bibit.

Ia menambahkan, modal awal untuk menanam tembakau bisa mencapai Rp 1 juta, itu pun jika tidak mengalami gagal tanam. Petani juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar jasa pekerja pembajak lahan.

“Proses tanam kadang harus diulang sampai tiga kali karena bibit sulit tumbuh akibat terguyur hujan,” keluhnya. (yud)