KLIKJATIM.Com | Surabaya – Pendidikan seksual merupakan pengetahuan yang perlu diberikan sedini mungkin kepada anak mengenai perilaku seksual, untuk menghadapi hal-hal yang akan terjadi di masa depan seiring bertambahnya usia serta membentuk karakter dan pola perilaku agar mampu terhindar dari perilaku-perilaku yang berisiko terhadap pelecehan seksual maupun perilaku seksual menyimpang.
Banyak cara kita sebagai orang tua untuk mengajarkan hal-hal yang paling mendasar dari pendidikan seks, misal jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin, alat kelamin, sentuhan yang berbeda pada tubuh, dan lain-lain. Untuk anak usia dini, orang tua dapat mengenalkan jenis kelamin dan sentuhan pada tubuh lewat lagu-lagu edukasi yang sudah lama ada, dan banyak digunakan di sekolah-sekolah paud.
pendidikan seks sangat penting agar anak-anak kita lebih berhati-hati dalam pergaulan, bahkan terhindar dari kekerasan atau pelecehan seksual dan penyimpangan seksual yang kini sedang marak.
Hasil survei yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024, dan dipaparkan oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati menyatakan SPHPN tahun 2024 menunjukkan 1 dari 4 perempuan usia 15 – 64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidupnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengungkapkan SNPHAR dilakukan di 15.120 sampel di 1.512 blok sensus yang tersebar di 189 Kabupaten/Kota. Dari hasil SNPHAR, diperkirakan sekitar 11,5 juta atau 50,78% anak usia 13-17 tahun, pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya. Pada pengalaman yang lebih baru, yaitu dalam 12 bulan terakhir, diperkirakan sebanyak 7,6 juta anak usia 13-17 tahun atau 33,64% mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih.
Untuk meminimalisasi kejadian yang tidak diinginkan kepada anak-anak kita, mulai sekarang jangan merasa tabu tentang pendidikan seks, justru kita yang harus bertanggung jawab memberikan pendidikan seks kepada anak-anak, asalkan sesuai dengan usia mereka.
Yang penting untuk diketahui, pendidikan seks bukan berarti kita mengajarkan cara berhubungan intim, melainkan mengajarkan agar anak lebih memahami dan menghormati organ-organ reproduksinya. Dikutip dari situs www.halodoc.com, berikut cara mengedukasi seks untuk anak sesuai usianya :
1. Usia 0-3 tahun
Mengajarkan seks kepada anak bisa dimulai dari usia ini. Sebagai orang tua bisa memberi tahu nama-nama bagian tubuh yang sebenarnya. Mulai dari kaki, tangan, kepala, hingga organ kelamin anak. Selain itu, kamu juga bisa mengajari anak perilaku yang baik untuk dilakukan di rumah atau di tempat umum. Contohnya, mengajari dirinya untuk mengenakan handuk atau pakaian penutup saat keluar dari kamar mandi.
2. Usia 4-5 tahun
Di usia ini, kita sudah bisa mengajarkan nama-nama dari bagian tubuh internal dan eksternal, khususnya bagian-bagian reproduksi. Kamu juga bisa menjelaskan bagaimana bayi bisa berada dalam rahim seorang ibu. Namun, bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan usianya, alias tidak boleh vulgar.
3. Usia 6-8 tahun
Saat mengajarkan seks kepada anak di usia ini, orang tua sebaiknya mulai membicarakan apa yang akan terjadi ketika mereka mulai pubertas. Tujuannya, sebagai persiapan anak ketika mengalami masa tersebut.
4. Usia 9-12 tahun
Kata ahli, di tahap ini kita sebaiknya mulai berbicara dengan anak terkait perubahan yang mereka lalui. Hal ini agar anak memahami kalau menstruasi, ereksi, dan ejakulasi adalah hal yang normal. Selain itu, kamu juga perlu mengajarkan mereka betapa berharganya diri dan tubuh mereka.
5. Usia 13-18 tahun
Nah, ini tahap di mana anak mulai tertarik dengan lawan jenisnya. Oleh sebab itu, kita sah-sah saja membahas masalah cinta, keintiman, dan cara mengatur batas dalam hubungan mereka dengan lawan jenis.
Jika kita enggan memulai mengajarkan anak edukasi seks, kemungkinan besar mereka akan mencari tahu mengenai informasi itu melalui teman sebaya atau internet. Nah, hal ini justru berisiko bagi anak nantinya. Tanpa pendampingan dari kita sebagai orang tua, tidak menutup kemungkinan, informasi yang mereka peroleh bisa saja keliru dan menjerumuskan mereka. (gin)