Selama 7 Tahun, Warga Bojonegoro Ini Perdagangkan 200 Orang ke Luar Negeri

Reporter : M Nur Afifullah - klikjatim.com

KLIKJATIM.Com | Bojonegoro – Seorang laki-laki berinisial H,  warga asal Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro menjadi pelaku aksi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama 7 tahun mulai 2017 hingga 2024. Penangkapan pelaku dilakukan setelah dua orang pekerja dari Malaysia yang menjadi korban, melaporkannya ke Mapolres Bojonegoro.

“Pelaku H ditangkap usai dua orang korban yang sempat berangkat ke Malaysia beberapa waktu lalu melapor ke pihak kepolisian. Kedua korban itu, dijanjikan pekerjaan petugas laundry di salah satu hotel di Langkawi, Malaysia.” Ungkap Kapolres Bojonegoro, AKBP Mario Prahatinto.

Saat membujuk korban, pelaku mengatakan bahwa jika bekerja di Malaysia akan mendapatkan gaji sebesar Rp5 juta per bulan dan uang makan Rp1 juta. Untuk bekerja, korban harus membayar sebesar Rp1,5 juta yang disebut pelaku sebagai biaya pengurusan paspor.

“Sesampainya di Malaysia ternyata kedua korban dipekerjakan tidak sesuai dengan janji pelaku. Mereka bekerja di laundry pakaian area ruko,” ungkapnya saat konferensi press release akhir tahun.

Bahkan kedua korban hanya digaji Rp14 ribu per jam. Setelah satu minggu bekerja, kedua korban baru menyadari bahwa keberangkatan mereka ke Langkawi, Malaysia tersebut dilakukan secara ilegal.

Menyadari hal itu, korban kemudian melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia dan dipulangkan oleh pihak Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) pada 9 Oktober 2024.

“Setibanya di Indonesia, korban melaporkan kejadian tersebut ke Polres Bojonegoro dan kemudian kami menangkap pelaku,” jelas Mario.

Mario menambahkan, dari keterangan pelaku ia sudah menjalankan aksinya sejak 2017. Ia juga mengakui setidaknya ada sebanyak 200 orang pekerja migran ilegal yang sudah diberangkatkannya ke berbagai negara.

Sejumlah negara tujuan pekerja migran ilegal tersebut di antaranya adalah Malaysia, Hong Kong, Arab Saudi, Singapura, Jepang, Korea  Polandia, Brunei Darussalam dan Australia.

“Tersangka lebih banyak mengirimkan pekerja migran secara ilegal ke Malaysia dengan alasan dekat dengan Indonesia dan tidak diwajibkan bisa berbahasa Inggris,” jelasnya.

Selama menjalankan aksinya, pelaku mendapatkan keuntungan sekitar Rp4 juta sampai Rp5 juta per orang  untuk setiap keberangkatan. “Akibat perbuatannya pelaku terancam hukuman lima tahun penjara,” pungkasnya. (gin)