Mengurangi Stunting Pada Anak untuk Visi Indonesia Emas 2045

Reporter : Abdul Aziz Qomar - klikjatim.com

Kader posyandu mengukur tinggi badan balita saat kegiatan pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting di Desa Kutuk, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (14/6/2024). Pemerintah menyelenggarakan pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting di 38 provinsi selama Juni 2024 dengan sasaran ibu hamil, anak balita, dan calon pengantin guna mendeteksi secara dini masalah gizi untuk mendukung target penurunan angka stunting nasional sebesar 14 persen pada 2024. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/nym

KLIKJATIM.Com | Jakarta (ANTARA) – Stunting pada anak, atau terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius dan berkelanjutan di Indonesia.

Disebabkan oleh malanutrisi jangka panjang atau infeksi berulang, stunting dapat berdampak besar pada perkembangan fisik dan mental dengan cara yang dapat mempengaruhi anak-anak sepanjang hidup mereka.

Selain berdampak pada aspek kesehatan, stunting menimbulkan dampak yang signifikan terhadap aspek ekonomi mikro dan makro.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami stunting memperoleh penghasilan 10 persen lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekan sebayanya sepanjang hidup mereka (WHO).

Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Namun masalah malanutrisi, termasuk di antaranya stunting, obesitas, dan anemia, telah merugikan negara ini sebesar Rp250 triliun hingga Rp300 triliun per tahun, atau hingga 3 persen dari PDB nasional.

Angka stunting pada anak di Indonesia masih tinggi, yakni sebesar 21,6 persen pada tahun 2022 (SSGI 2022). Meskipun angka tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2018 ketika 31 persen anak-anak Indonesia mengalami stunting, Pemerintah menargetkan penurunan angka tengkes menjadi 14 persen pada akhir tahun 2024.

Target ambisius ini memerlukan pendekatan yang mendesak, terintegrasi, dan kolaboratif. Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024 (Stranas Stunting) adalah langkah yang patut diapresiasi karena strategi ini berupaya untuk menyatukan program pencegahan stunting tingkat nasional, regional, dan desa untuk koordinasi dan alokasi anggaran yang lebih baik.

Sementara Stranas Stunting memberikan arahan tentang konvergensi tindakan pengurangan tengkes, konvergensi ini perlu diimplementasikan hingga ke tingkat desa untuk memberikan intervensi yang tepat waktu dan efektif. Hal ini memerlukan tindakan terintegrasi mulai dari pengadaan dan pasokan komoditas gizi hingga pelatihan petugas kesehatan masyarakat lokal, membangun lingkungan kebijakan yang mendukung di tingkat lokal, hingga melibatkan tokoh-tokoh lokal yang berpengaruh untuk meningkatkan kesadaran di dalam masyarakat.

Model untuk pengentasan stunting

Beruntung, terdapat contoh kuat tentang bagaimana penguatan sistem kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan –termasuk pelatihan tenaga kesehatan, pemeliharaan sistem informasi kesehatan, manajemen rantai pasokan komoditas gizi, dan berbagai aktivitas lainnya– yang telah menghasilkan intervensi pengurangan stunting yang sukses pada masa lalu.

Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat memiliki kisah sukses dalam pencegahan tengkes, berkat penerapan alat digital perintis, Sistem Pencegahan Stunting (eSimpati) – sebuah aplikasi yang menyediakan data stunting lokal yang komprehensif termasuk jumlah anak yang mengalami tengkes, prevalensi stunting di desa-desa, dan penyebab tengkes di area tertentu.

Di Sumedang, data dari setiap anak yang dibawa ke puskesmas atau pusat kesehatan masyarakat, akan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam eSimpati. Aplikasi ini menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat rekomendasi cara mengatasi stunting yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa.

Rekomendasi ini dibagikan kepada masyarakat, dan secara signifikan telah meningkatkan kesadaran tentang masalah stunting. Inovasi digital ini telah begitu sukses sehingga Kementerian Kesehatan berencana untuk mereplikasi sistem ini dan menerapkannya secara nasional.

Inovasi digital lainnya di Sumedang adalah pengembangan ePharmacy. Untuk mendukung upaya pencegahan stunting, puskesmas harus menjaga stok suplemen mikronutrien yang cukup.

Baca juga: Ratusan Warga Jember Terima Bantuan Penanganan Stunting dari Program TJSL PTPN I Regional 4

Unit Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang mengembangkan ePharmacy –sebuah aplikasi manajemen inventaris yang mendigitalkan proses inventaris dan permintaan– sehingga lebih mudah diakses dan mengurangi keterlambatan dalam proses permintaan suplemen mikronutrien. Saat ini, ePharmacy mendukung 35 puskesmas di kabupaten tersebut untuk menjaga stok suplemen mikronutrien.

Dengan mengintegrasikan berbagai tindakan ini, Sumedang telah memperkuat sistem kesehatan secara signifikan untuk mengatasi stunting. Kabupaten ini juga telah mengeluarkan peraturan kepala daerah (perbup) baru untuk memungkinkan konvergensi semua upaya pengurangan stunting oleh berbagai pemangku kepentingan.

Atas komitmen yang kuat terhadap pengurangan stunting, Sumedang dianugerahi penghargaan “Kabupaten Terbaik dalam Melaksanakan Delapan Aksi Konvergensi untuk Pengurangan Stunting di Jawa Barat” selama 3 tahun berturut-turut.

Pendekatan multisektor

Memahami penyebab stunting baik secara langsung maupun tidak langsung–didukung oleh komitmen yang kuat untuk melakukan tindakan konvergen oleh para kepentingan multisektoral–memainkan peran penting dalam efektivitas strategi penanggulangan stunting.

Penting untuk menyadari bahwa isu stunting tidak hanya relevan bagi Kementerian Kesehatan.

Masalah ini memerlukan tindakan kolaboratif dari berbagai sektor, seperti Kementerian Pendidikan, Kemenag, serta Bappenas untuk mencapai visi bersama Indonesia Bebas Stunting.

Salah satu inisiatif terpadu yang efektif dengan intervensi multisektor adalah kemitraan antara Pemerintah dengan dua lembaga non-pemerintah yaitu Nutrition International dan Save the Children dalam proyek Better Investment for Stunting Alleviation (BISA) yang dilaksanakan bersama di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat, serta Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Proyek tersebut dimaksudkan untuk mendukung pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota dalam optimalisasi sumber daya dan implementasi kebijakan, sekaligus memperkuat sistem manajemen dan akuntabilitas untuk intervensi rumah tangga dan masyarakat.

Untuk mengatasi stunting secara efektif, proyek ini melibatkan Kementerian Pendidikan untuk menerbitkan surat edaran mengenai pelaksanaan program suplementasi zat besi dan asam folat (WIFAS) di sekolah.

Kementerian Agama terlibat untuk mengeluarkan keputusan untuk mengintegrasikan program WIFAS di sekolah-sekolah Islam, sementara Bappelitbangda (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah) terlibat dalam pemberian rekomendasi bagi anggota DPRD agar anggaran penanggulangan stunting tetap utuh.

Visi Pemerintah Indonesia pada tahun 2045 untuk menciptakan Generasi Emas dan memanfaatkan dividen demografi pada tahun 2030, hanya dapat terwujud jika kita dapat memastikan masyarakat yang sehat, sejahtera, serta bebas stunting dan malanutrisi.

Untuk itu, tindakan yang kuat pada intervensi gizi ibu, bayi baru lahir, anak, dan remaja sangatlah penting untuk menjamin keberhasilan masa depan negara kita. (Ant/qom)