KLIKJATIM.Com | Bojonegoro – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro kembali menetapkan tersangka atas dugaan kasus korupsi kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bojonegoro.
Di mana sebelumnya, Kejari Bojonegoro menetapkan 2 tersangka yaitu Kepala Biro Pemasaran BPR Bojonegoro, Irmawati Fauziyah dan seorang pengusaha konstruksi, Suharto, asal Bojonegoro.
Dan pada Senin (10/6/2024) Kejari Bojonegoro menetapkan M. Heri seorang pengusaha kontruksi asal Kecamatan Balen, Bojonegoro diduga melakukan kredit fiktif senilai Rp 500 juta.
Kasi Pidsus Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman mengatakan, tersangka diduga kuat turut terlibat korupsi bersama salah satu oknum pegawai BPR Bojonegoro bernama Irma.
Irma sendiri telah ditahan beberapa hari lalu. Tersangka diketahui melakukan kredit ke Bank BPR Bojonegoro, namun hingga jatuh tempo belum juga dilunasi meski pekerjaan proyek yang digunakan agunan telah selesai, bahkan proses uangnya juga telah cair.
“Tersangka HR bekerja sama dengan IWF melakukan kredit baru dengan persyaratan-persyaratan yang tidak sesuai. Atas perbuatan kedua tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 500 juta,” jelas Kasi Pidsus Aditia Sulaeman, kepada klikjatim.com
Menurutnya, modus yang dilakukan tersangka mengajukan utang ke Bank BPR Bojonegoro sebesar Rp 500 juta. Adapun jaminannya yakni kegiatan peningkatan jalan Luwihaji-Ngraho di tahun 2016 sebesar Rp 1,4 miliar yang harus dilunasi pada 1 April 2017.
Kemudian terhadap kegiatan peningkatan jalan Luwihaji-Ngraho tahun 2016 ini, tersangka telah mendapatkan pembayaran penuh dari pemerintah daerah, akan tetapi kewajibannya untuk melakukan pembayaran terhadap pinjaman tidak dilakukan.
Aditia menambahkan bahwa untuk menutupi ulahnya, tersangka bekerja sama dengan Irma untuk dilakukan kredit baru sebesar Rp 500 juta, dengan persyaratan-persyaratan yang tidak sesuai.
“Jadi kredit yang baru ini untuk menutup kredit yang lama. Hasil audit total kerugian 500 juta rupiah,” kata Aditia Sulaeman.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) angka 1, KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. (gin)