KLIKJATIM.Com | Gresik — Masih ingat peristiwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal karyawan PT Smeting pada tahun 2017 silam? Ternyata rentetan kejadian tersebut belum sepenuhnya tuntas sampai sekarang. Pasalnya insiden yang berawal dari mogok massal hingga adanya PHK terhadap 308 karyawan itu, disebut-sebut masih menyisakan beberapa masalah.
[irp]
Walaupun sudah diputus oleh Mahkamah Agung (MA), tapi eks Karyawan PT Smelting dengan didampingi Haris Azhar, Advokad dan Aktivis HAM yang juga Founder Kantor Hukum Lokataru selaku kuasa hukum akan menapaki babak baru.
“Kita pelajari itu berkas-berkas kasus sejak awal, fakta-fakta persidangan. Ada dugaan pemalsuan keterangan yang diajukan dalam persidangan,” ungkapnya Haris kepada Klikjatim.com, Jumat (12/2/2021).
Kata Haris, bakal ada beberapa gugatan dan pelaporan yang akan ditempuh. Bukan hanya dalam hubungan industrial saja, tapi juga menyangkut fraudnya. “Termasuk keterangan palsu itu kan pidana. Upaya hukum terkait BPJS karyawan yang tidak dipenuhi, tabungan perumahan dianggap hangus, soal koperasi, keterangan palsu, dan beberapa dugaan tindak pidana yang dilakukan perusahaan,” bebernya.
Dalam Beberapa serpihan kasus, lanjut mantan Kordinator KontraS ini, banyak juga ditemukan fakta terkait praktik yang merugikan mantan karyawan ter-PHK. Antara lainnya ada salah satu karyawan yang rumah orang tuanya disita, hanya karena adanya piutang dengan perusahaan.
“Apa urusannya rumah orang tua, kan itu milik pihak ketiga dibawa-bawa,” ucapnya.
Lebih jauh, Haris menegaskan, advokasi yang dilakukan bakal meluas dengan beberapa upaya hukum (Litigasi dan Non litigasi) dan non hukum mulai level nasional maupun internasional. Karena dalam data yang dimilikinya, PT Smelting diduga tidak melaporkan hasil produksi (katoda tembaga dan lainnya) kepada negara sebagaimana adanya. Konsekuensinya penerimaan terhadap negara berupa pajak yang harus dibayarkan menjadi gelap.
“kita punya datanya bahwa jumlah produksi yang dilaporkan ke pemerintah dengan jumlah produksi sebenarnya berbeda. Yang dilaporkan 200.000 ton, tapi sebenarnya mereka itu produksi bisa sampai 300.000 ton per tahun. Selain itu dalam beberapa item produk itu ada yang tidak dilaporkan, tapi realnya ada,” bebernya.
Senada ditambahkan oleh Nafirdo Ricky, salah satu pengacara Lokataru yang menangani kasus ini, putusan Mahkamah Agung tahun 2018 tersebut tidak tepat untuk menjadi rujukan PT Smelting dalam memenuhi hak-hak pekerjanya. “Putusan MA Tahun 2018 tidak dapat dijadikan acuan kepatuhan PT Smelting dalam memenuhi hak-hak buruh, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena dalam putusan tersebut hanya sebagian hak-hak pekerja saja yang diberikan,” tuturnya.
Namun yang berhubungan dengan pembayaran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tidak diakomodir dalam Putusan PHK yang telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2018. “Sehingga dapat dikatakan PT Smelting tidak menjalankan dan tidak memberikan hak-hak pekerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Selain upaya hukum dan non-hukum yang sedang berjalan, Lokataru juga meminta kepada Mitsubishi Material Corporation dan Mitsubishi Corporation RTM Japan Ltd sebagai pemegang saham mayoritas PT Smelting, untuk berpartisipasi dan mendesak penyelesaian perselisihan perburuhan PT Smelting dengan mantan pekerjanya yang hak-haknya belum terpenuhi hingga saat ini.
Sementara itu, Direktur PT Smelting, Irjuniawan P Radjamin saat dimintai konfirmasi perihal klaim kuasa hukum eks karyawan PT Smelting mengarahkan kepada bagian Legal PT Smelting. Namun baru bisa esok hari, karena masih libur.
“Bagaimana kalau hubungi legal kami saja, agar lebih pas infonya,” ucapnya.
Untuk menyegarkan ingatan, pada 2017 silam, PT Smelting mem-PHK ratusan karyawannya lantaran dianggap mangkir dari kewajiban kerja. Padahal saat itu karyawan yang diorganisir PUK Serikat Pekerja Logam FSPMI sedang mogok kerja.
PT Smelting sendiri merupakan satu-satunya perusahaan penghasil katoda tembaga di Jawa Timur, yang menyerap lebih dari 40 persen bahan baku konsentrat produksi PT Freeport di Papua. PT Smelting yang sahamnya dimiliki Mitsubishi Material Corporation dan Mitsubishi Corporation RTM Japan Ltd selama ini memasok 100 persen kebutuhan asam sulfat (acid) untuk perusahaan pupuk yang ada di Gresik. Produk samping PT Smelting yaitu copper slag atau terak tembaga juga digunakan oleh semua pabrik semen di seluruh Jawa Timur. (nul)