Oleh: A Fajar Yulianto
Wakil Ketua DPD Golkar Gresik
DIPUTUS dan dikabulkannya Perkara Nomor 90/PUU-XX/2023 dengan Pemohon Almas Tsaqibbiru yang pada pokok intinya Peserta Pilpres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman / sedang sebagai kepala daerah melalui pemilu telah menjadikan kontroversi yang di pandang adanya konflik inters / kepentingan.
Terlebih dahulu mari kita pahami sesuai UU No 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang didalamnya secara filosofi historis perlunya aturan pengangkatan, pemberhentian hakim konstitusi Hukum Acara, dan ketentuan lainya tentang Mahkamah Konstitusi.
Terkait kewenangan MK hal ini berdasarkan pasal 10 ayat (1) Putusan MK bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam UU ini mencakup pula keluatan hukum mengikat (final and binding).
Sedangkan dalam perkara Nomor 90/PUU-XX/2023 tersebut dalam proses pemeriksaanpun telah melalui sebagaimana diatur dalam BAB V tentang Hukum Acara, pada Bagian Pertama Pasal 28 ayat (1) sd (5) berikut Amar Putusan telah diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum sehingga putusan mempunyai Kekuatan Hukum mengikat. Klir dan dianggap sempurna putusan tersebut.
Jadi jelas simpulan sifat putusan MK adalah Putusan tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengingkat, berkekuatan Hukum serta langsung dapat dilaksanakan, serta tidak ada upaya hukum lagi bagi para Yustisiabel.
Bahwa adapun adanya dugaan dan disinyalir adanya proses pemeriksaan perkara dimaksud penuh dengan konflik inters, hal ini adalah sebuah asumsi presepsi yang sangat subyektif dan politis. Kalaupun semisal hal ini terbukti atas pemeriksaan MKMK dan salah satu atau beberapa Hakim Pemeriksa terbukti melanggar etik, maka hal ini sama sekali tidak dapat serta merta menganulir, menggugurkan dan/atau membatalkan Putusan Tersebut.
Ini hal yang sangat berbeda dengan eksistensi Produk hukum berupa putusan tersebut.